Sukses

Polusi Udara Jakarta Memburuk, Mobil Listrik Lebih Ramah Lingkungan?

Tingkat polusi udara di Jakarta semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan parameter kualitas udara IQAir, dari 109 negara, indeks kualitas udara Jakarta mencapai angka 183 US Air Quality Index (AQI US) atau terburuk sedunia pada pagi ini.

Liputan6.com, Jakarta - Tingkat polusi udara di Jakarta semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan parameter kualitas udara IQAir, dari 109 negara, indeks kualitas udara Jakarta mencapai angka 183 US Air Quality Index (AQI US) atau terburuk sedunia pada pagi ini.

Beberapa waktu lalu, Menteri Negara Lingkungan Hidup (LHK) periode 1999-2001, Alexander Sonny Keraf, mengimbau untuk mempercepat transisi kendaraan listrik untuk mengatasi tingginya polusi udara Jakarta yang berasal dari emisi sektor transportasi.

Sonny menilai polutan yang berasal dari emisi kendaraan berbahan bakar fosil di Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan. Kesehatan pernafasan hingga kecerdasan otak akan terus mengancam warga ibu kota jika kondisi ini terus dibiarkan.

Kendaraan ramah lingkungan seperti mobil listrik atau motor listrik memang tidak menghasilkan gas buang seperti kendaraan bermesin konvensional. Namun, apakah lebih ramah lingkungan?

Dilansir climate.mit.edu, emisi kendaraan listrik berasal dari proses pembuatan dan juga pengecasan. Menurut Sergey Paltsev selaku Deputy Director of the MIT Joint Program on the Science and Policy of Global Change, kendaraan listrik merupakan opsi dengan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan mobil bermesin konvensional. Selama masa hidupnya, kendaraan listrik menghasilkan emisi karbon lebih rendah dibanding mobil konvensional dalam kondisi apapun.

Perlu diketahui, salah satu sumber emisi kendaraan listrik berasal dari pembuatan baterai lithium-ion. Proses penambangan mineral (misalkan lithium, cobalt, & nickel) dan memanaskannya hingga temperatur tinggi membutuhkan bahan bakar fosil. 

Sebagai contoh, pembuatan baterai lithium-ion 80 kWh pada mobil listrik Tesla Model 3 menghasilkan antara 2,5 hingga 16 metrik CO2. Proses tersebut menghasilkan lebih banyak 80 persen emisi dibanding pembuatan mobil konvensional.

2 dari 2 halaman

Emisi Berasal dari Sumber Energi Listrik

Emisi mobil listrik bukan berasal dari proses pembuatan saja, emisi untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik lebih tinggi setelah keluar dari jalur produksi. Emisi tertinggi adalah saat pengecasan baterai. Menurut Paltsev, besaran emisi tergantung dari lokasi mobil listrik berada dan energi apa yang digunakan untuk menghasilkan listrik.

Skenario terbaik seperti yang terjadi di Norwegia, pasar kendaraan listrik terbesar. Negara tersebut menghasilkan energi listrik dari hydropower. Lain halnya dengan negara yang menghasilkan energi listrik dari pembakaran batu bara, hanya saja emisi kendaraan listrik jadinya seimbang atau sedikit lebih baik dibanding mobil bensin.

Emisi Mobil Bukan Sekedar Gas Buang Saja

Polusi yang dihasilkan oleh mobil konvensional sebenarnya bukan berasal dari gas buang saja. Menurut laman www.transportenvironment.org, mobil konvensional mengandalkan rem cakram untuk mengurangi laju kendaraan. 

Proses pengereman tersebut menghasilkan polusi dari sisa-sisa pengereman. Sedangkan mobil listrik memiliki fitur regenerative braking yang memanfaatkan motor elektrik untuk mengurangi laju kendaraan, sehingga mengurangi ketergantungan pada rem cakram dan meminimalisir polusi.

Regenerative braking merupakan proses mengubah energi laju menjadi listrik lalu disimpan kembali ke baterai. Selain itu, regenerative braking bisa sedikit menambah jarak tempuh mobil listrik.

Di Indonesia, beberapa mobil listrik yang dijual sudah memiliki mode berkendara satu pedal. Sehingga mobil bisa berhenti seutuhnya memanfaatkan regenerative braking tanpa menginjak pedal rem.Â