Sukses

Tanpa Indonesia, Luhut Sebut Amerika Tidak Bisa Penuhi Kebutuhan Mobil Listriknya

Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo beberapa waktu lalu telah melakukan pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo beberapa waktu lalu telah melakukan pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden. Pembicaraan dua kepala negara ini, salah satunya adalah membahas soal potensi perdagangan produk nikel antara Indonesia dan AS, sebagai bagan baku produksi baterai kendaraan listrik.

Dijelaskan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, kesepakatan terkait komoditas mineral penting atau critical mineral agreement (CMA) ini, menjadi suatu proses negosiasi yang panjang antara kedua negara. Namun, Luhut mengatakan, kesepakatan ini menjadi sangat penting bagi kedua negara.

"Ya, Amerika paham betul, tanpa Indonesia mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan sebelas kali jumlah mobil listriknya pada 2030," ujar Luhut, disitat dari akun instagram resminya, @luhut.pandjaitan, ditulis Senin (20/11/2023).

Lanjut Luhut, ia juga juga telah melakukan pembicaraan kepada pembantu dekat Joe Biden, yakni Amos Hochstein dan Jack Sullivan. Ia menekankan maksud Indonesia soal pelarangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020.

"Intinya sebenarnya jelasin, Indonesia itu sebenarnya masalah survival saja. Kita tidak mem-banned seluruhnya nickel ore itu, tapi setelah turunan ke berapa ya silakan saja, bebas," tambahnya.

"Tapi biarkan kita juga menikmati, rakyat Indonesia, sampai keturunan kedua atau ketiga nilai tambahnya," tukas Luhut Binsar Pandjaitan.

2 dari 2 halaman

Kunci

Adapun salah satu misi Jokowi dalam kunjungannya ke Negeri Paman Sam, yakni membahas potensi kerjasama perdagangan mineral penting (critical mineral agreement) untuk mendorong perdagangan nikel guna produksi baterai kendaraan listrik.

Pasalnya, Washington DC telah mengeluarkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) yang jadi batu terjal Indonesia untuk jadi pemain dunia di sektor baterai kendaraan listrik.

Supaya kendaraan listrik bisa mendapatkan setengah dari kredit pajak, sebagian mineral penting dalam baterainya harus diproses di AS atau kelompok negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas, atau free trade agreement (FTA).