Sukses

Rancangan Pembebasan Pajak CBU Mobil Listrik Sudah Rampung, Bakal Segera Terbit

Pemerintah berencana untuk memberikan insentif pajak impor utuh atau completely built up (CBU) untuk mobil listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana untuk memberikan insentif pajak impor utuh atau completely built up (CBU) untuk mobil listrik. Namun, keringanan tersebut hanya berlaku bagi pabrikan yang berkomitmen untuk produksi kendaraan di Indonesia.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan draft aturan tersebut sudah selesai. Selanjutnya, bakal dilanjutkan dengan penerbitan Peraturan Presiden.

"Oke, sudah selesai (draft-nya). Mungkin Peraturan Presiden-nya tidak akan lama lagi, secara teknis sudah," kata Bahlil saat ditemui di Media Center Indonesia Maju, Jakarta, ditulis Selasa (12/12/2023).

Lanjutnya, aturan ini nantinya akan membebaskan biaya pajak pertambahan nilai (PPN) impor mobil listrik ke Indonesia. Hanya saja, ada syarat yang mesti dipenuhi.

Produsen mobil listrik yang ingin melakukan impor perlu menanamkan investasinya di Indonesia. Misalnya dengan membangun pabrik pengembangan kendaraan listrik di Tanah Air.

"Contoh, perusahaan merek A, dia ingin memasukkan mobil ke Indonesia 3.000 unit. Kita tanya, you mau bangun enggak di Indonesia? Kalau you enggak mau bangun pabriknya, ya enggak kita kasih," kata Bahlil.

Meski begitu, Bahlil belum bisa memastikan kapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meneken Perpres tersebut. Tapi, menurutnya proses di kementerian terkait sudah selesai.

"Saya enggak tahu (kapan aturan terbit). Tapi yang saya pahami, karena saya juga ikut melakukan itu saya rasa Kementerian teknis sudah selesai, termasuk Kementerian Investasi," ucapnya.

2 dari 2 halaman

Kuota impor

Lebih lanjut, Bahlil menegaskan, jika memang produsen mobil listrik itu sudah membangun pabrik, misalnya, kuota importasi akan disesuaikan. Acuannya adalah progres pembangunan dari bentuk realisasi investasi itu.

"Kuota impornya diberikan berdasarkan progres kerjanya. Kalau progres bangun pabrik baru 20 persen, ya kita kasih kuotanya ya 20 persen. Kalau progresnya 50 persen, ya kita naik jadi 50 persen. Supaya kita tidak disiasati," tegasnya.

Salah satu perusahaan yang sudah mendapat kuota adalah BYD. Perusahaan asal China itu mendapat jatah karena dinilai akan membangun pabrik di RI.

"BYD sudah dapat kuota, karena dia membangun pabrik," pungkas Bahlil.

 

Â