Sukses

Pabrikan yang Mengerem Produksi Mobil Listrik Dianggap Kena Jebakan Berbahaya

Memandang jauh ke depan, CEO Polestar tak gentar di pertaruhan pasar kendaraan listrik meski perusahaannya diterpa sebarek masalah keuangan.

Liputan6.com, Jakarta - Polestar, mantan sub-merek Volvo yang berfokus di kendaraan listrik beberapa bulan terakhir tengah mengalami kerugian. Hal itu terlihat dari kinerja harga saham mereka yang anjlok dan serangkaian target yang meleset.

Volvo telah mengumumkan akan memutus dukungan finansialnya sebagai perusahaan induk Polestar di awal Februari 2024, melepasnya ke perusahaan induk mereka, Geely. Namun, Thomas Ingenlath, CEO Polestar tetap optimistis dan mengklaim keadaan perusahaannya tak seburuk yang terlihat dari luar.

Sejak awal tahun, sejumlah produsen mobil dunia ramai-ramai mengumumkan penurunan ekspektasinya untuk sepenuhnya beralih ke kendaraan listrik di tahun 2030.

Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk berdiri dua kaki atau bahkan lebih memfokuskan pada model pembakaran internal dan hybrid miliknya sambil menunggu pasar mobil listrik yang tak sesuai ekspektasi awal mereka pulih. Bahkan kolektif produsen Jepang telah memutuskan hal ini sejak awal.

Ingenlath justru berpendapat bahwa para produsen mobil tersebut tengah jatuh ke dalam perangkap.

Dirinya menyatakan bila suatu hari pelanggan telah siap menerima kendaraan listrik sepenuhnya, produsen mobil yang masih menunggu perkembangan pasar akan kesulitan.

“Ada ancaman dan bahaya yang luar biasa jika Anda tidak menerima inovasi masa depan dan percaya pada teknologi tersebut – drivetrain listrik, inovasi baterai, inovasi dalam elektronik dan perangkat lunak modern. Jika Anda tidak berpartisipasi di dalamnya dan berpikir Anda bisa menunggu, dan pelanggan siap menerimanya, ini adalah jebakan yang luar biasa,” jelasnya optimis kepada The Telegraph setelah perusahaannya menerima bantuan $1 miliar dari bank.

 

2 dari 3 halaman

Optimisme Polestar Menjelang 2030

Sebagai perusahaan kendaraan listrik sepenuhnya, Polestar bersama Ingenlath tetap optimis bergelut di pasar mobil listrik. Ingenlath justru memandang keputusan produsen mobil konvensional yang tengah mengerem produksi mobil elektriknya itu sebagai celah yang dapat diisi perusahaannya untuk bersaing.

“Ini adalah peluang luar biasa bagi Polestar bahwa, di sektor mobil berperforma premium, tidak banyak persaingan yang akan terjadi. Saya yakin di sinilah Anda memiliki pelanggan yang sangat menyukai inovasi dan kehebatan drivetrain listrik, terutama di sektor premium dan eksklusif yang sangat berkelas ini,” jelas Ingenlath.

Optimisme CEO Polestar ini bukan tanpa alasan. Polestar sedang dalam langkah memperluas jejak manufakturnya ke Korea Selatan dan telah memulai manufakturnya di AS, mungkin dapat menjelaskan keberhasilannya mendapat modal $1 juta dari bank.

Perluasan manufaktur tersebut menjawab masalah produksi kendaraan Polestar yang awalnya berada di Tiongkok. Walau dengan memproduksi mobil di Tiongkok memungkinkan untuk mempercepat kendaraan melantai ke jalan raya, keputusan tersebut jugalah yang membuat mereka terpapar kerentanan peraturan Eropa dan Amerika Serikat yang sensitif pada kendaraan hasil produksi Negeri Tirai Bambu tersebut.

Di lain sisi, tenggat waktu mandat pemerintah Uni Eropa untuk melarang penggunaan mesin pembakaran internal masih tetap berlaku. Rencana itu ditargetkan terlaksana pada 2030.

Ingenlath mengungkapkan jika ketakutan menyambut perubahan adalah kondisi yang mempersulit kendaraan listrik hari ini, dan hal tersebut tidak baik bagi masa depan.

3 dari 3 halaman

Infografis Selamat Datang Era Mobil Listrik di Indonesia