Sukses

Menguak Perbedaan EREV dan PHEV: Mana Lebih Unggul?

EREV atau PHEV, mana yang lebih baik? Mari kita bedah tuntas teknologi di balik kedua jenis kendaraan listrik ini dan temukan jawabannya.

Liputan6.com, Jakarta - Di dunia kendaraan listik, ada perdebatan lama antara EREV (Extended Range Electric Vehicle) atau kendaraan listrik jarak jauh yang ditenagai oleh motor listrik dengan PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle) atau kendaraan hibrida plug-in yang bergerak dengan bantuan tenaga ICE.

Sejumlah orang beranggapan EREV dan PHEV adalah sama. Namun jika keduanya sama, narasi EREV lebih baik dari PHEV hanya omongan kosong belaka. Sebab, masing-masing memiliki keunggulan tersendiri. 

Banyak alasan mengapa motor listrik lebih baik dibandingkan mesin pembakaran internal (ICE). Salah satunya adalah efisiensi motor listrik yang jauh lebih tinggi.

Nissan menciptakan mesin e-POWER, yang merupakan jenis EREV, tetapi tidak dapat diisi ulang dengan colokan listrik karena memiliki baterai kecil. Meskipun begitu, mesin ini sangat efisien.

Keunggulan dari mesin e-POWER adalah mesin pembakaran internal selalu bekerja dalam rentang efisien, yang membuatnya sangat hemat energi. Nissan mengklaim efisiensi termal mesin ini mencapai 50 persen.

Di sisi lain, ada yang mengatakan PHEV lebih baik karena lebih fleksibel. Namun, pendapat ini mengabaikan sejumlah hal penting, seperti beberapa PHEV bergantung pada baterai untuk bergerak.

Jika ada masalah dengan baterai, mobil PHEV tidak bisa berjalan. Selain itu, fleksibilitas seharusnya dilihat dari sumber energi, bukan hanya dari jenis mesin. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perbandingan EREV dan PHEV

Pertama, EREV tidak terlalu kompleks dibandingkan PHEV. Jika sebuah mobil memiliki mesin pembakaran yang mengisi baterai dan juga menjadi penggerak, mobil tersebut tentu memerlukan lebih banyak komponen.

Sebuah mesin yang hanya berfungsi menghasilkan listrik, dinilai lebih sederhana, seperti pada EREV.

Seorang insinyur otomotif pernah berkata, "Komponen yang tidak terpasang tidak akan rusak." Yang berarti, semakin sedikit komponen, semakin sedikit masalah yang mungkin muncul.

Kedua, PHEV sedikit lebih rumit. Beberapa produsen mobil belajar tentang kompleksitas PHEV dari pengalaman. Itu sebabnya EREV dianggap lebih unggul.

PHEV membutuhkan motor listrik dan mesin pembakaran untuk bergerak. Ketika daya baterai habis dan motor listrik tidak bisa membantu lagi, mobil harus bergantung hanya pada mesin pembakaran.

Ini bisa menjadi masalah, terutama karena mesin harus menggerakkan mobil yang berat beserta penumpangnya.

Itu sebabnya banyak PHEV memiliki tenaga mesin 400 HP atau lebih. Mesin ini perlu cukup kuat untuk menggerakkan kendaraan, terutama saat menanjak atau menyalip.

Bahkan mesin 200 HP mungkin tidak cukup untuk mobil yang beratnya lebih dari 2 ton, apalagi saat ada orang dan barang di dalamnya.

Produsen mobil harus mempertimbangkan hal ini. Namun, jika tidak, mesin dapat menghasilkan emisi karbon yang sangat tinggi. Selain itu, PHEV juga lebih berat karena harus membawa baterai yang besar.

3 dari 3 halaman

Alasan EREV Lebih Unggul dari PHEV

Berbicara tentang EREV, motor listrik pada EREV selalu menggerakkan mobil, baik menggunakan tenaga dari baterai atau dari energi yang dihasilkan oleh mesin pembakaran (ICE). Dengan cara ini, perilaku mobil tetap konsisten dan dapat direncanakan. 

Setiap produsen mobil yang memahami hal EREV akan memiliki keunggulan besar. Namun, mereka perlu memastikan pelanggan memahami perbedaan antara kedua jenis kendaraan dan tahu mana yang lebih menguntungkan.

Selain konsep, pelaksanaan juga sangat penting. Produsen harus menawarkan produk yang menarik. Contohnya, Mazda mengubah model MX-30 EV menjadi EREV dengan menambahkan mesin Wankel.

Sayangnya, mereka mengurangi kapasitas baterai menjadi 17,8 kWh, yang hanya memberikan jangkauan sekitar 85 kilometer. Jika mereka tetap menggunakan baterai 35,5 kWh, jangkauan bisa mencapai 200 kilometer.

Mobil listrik mereka mengalami penjualan yang buruk karena jangkauannya yang tidak memadai. Namun, Mazda tetap menggunakan strategi yang kurang tepat, sehingga pelanggan mengeluhkan jangkauan EREV yang terbatas. 

Beberapa perusahaan Cina, seperti BYD, telah menciptakan kendaraan yang mampu menempuh jarak jauh hanya dengan tenaga listrik. Namun, kendaraan tersebut adalah jenis PHEV dengan mesin pembakaran kecil dan baterai besar.

Banyak pembeli mengeluhkan kinerja mobil ini ketika daya baterai turun, dan hanya mesin pembakaran yang berfungsi untuk menggerakkan mobil dan penumpangnya.

Jika kendaraan ini adalah EREV, masalah tersebut tidak akan muncul, dan mesin bisa lebih kecil dari yang ada sekarang. Ini akan memuaskan semua pihak yang terlibat. Produsen mobil tidak perlu memasang baterai besar pada EREV. 

Apabila kendaraan dirancang secara aerodinamis untuk efisiensi energi yang lebih tinggi, mobil bisa melaju lebih jauh dengan komponen lebih kecil, seperti yang telah dilakukan oleh Lucid dan beberapa perusahaan lainnya.

Hal ini dapat mempengaruhi harga kendaraan, tetapi akan menjadi masalah kecil jika orang percaya bahwa EREV tidak akan bertahan lama. Memilih teknologi baterai yang lebih baik juga dapat membantu.

Seperti yang sering dikatakan, motor listrik adalah masa depan transportasi pribadi, dan saat ini hanya perlu dicari cara terbaik untuk memberi daya pada motor tersebut. EREV bisa menjadi solusi sementara sambil menunggu opsi terbaik muncul. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.