Sukses

Tutup Tiga Pabrik, Volkswagen PHK Puluhan Ribu Karyawan

Kondisi krisis yang dialami raksasa otomotif Volkswagen terus berlanjut. Mereka berencana menutup tiga pabriknya dan melakukan PHK pada puluhan ribu karyawannya

Liputan6.com, Jakarta - Krisis yang dialami raksasa otomotif Volkswagen terus berlanjut. Jenama asal Jerman ini bahkan berencana untuk menutup setidaknya tiga pabrik, dan melakukan PHK terhadap puluhan ribu karyawan dan menyusutkan operasi pabrik yang tersisa di negara tersebut.

Disitat dari Reuters, rencana Volkswagen ini sebagai bagian dari rencana restrukturisasi besar-besaran untuk mengatasi masa krisis.

Keputusan ini didorong oleh berbagai tekanan yang dihadapi Volkswagen. Biaya energi dan tenaga kerja yang tinggi, persaingan yang ketat dari Asia, melemahnya permintaan di Eropa dan China, serta transisi kendaraan listrik yang lebih lambat dari perkiraan, semuanya menjadi faktor yang menekan kondisi keuangan perusahaan.

Ketua Dewan Pabrik Umum dan Grup Volkswagen AG Daniela Cavallo, juga telah mengumumkan rencana tersebut pada Senin (28/10/2024), kepada para karyawan di markas besar perusahaan di Wolfsburg, Jerman.

Pengumuman ini tentunya disambut dengan protes dari para pekerja yang khawatir akan kehilangan pekerjaan mereka.

Sementara itu, serikat pekerja Volkswagen telah mengancam akan melakukan mogok kerja mulai Desember mendatang, jika negosiasi dengan manajemen perusahaan tidak membuahkan hasil yang diinginkan.

Sedangkan rencana restrukturisasi Volkswagen ini juga memicu kekhawatiran yang lebih luas.

Jerman, yang selama ini dikenal sebagai negara dengan industri otomotif yang kuat di Benua Biru, kini menghadapi tantangan dari para pesaing yang lebih agresif, dengan biaya produksi yang lebih rendah.

2 dari 2 halaman

Langkah Pemerintah Jerman

Kondisi tersebut, tentu saja mendorong agar pemerintah Jerman mengambil langkah untuk menyelamatkan industri otomotif nasional.

Pemerintah Jerman sendiri menyatakan sedang dalam komunikasi intensif dengan Volkswagen dan perwakilan pekerja.

Kanselir Jerman, Olaf Scholz, menekankan bahwa keputusan manajemen yang salah pada masa lalu, tidak boleh merugikan para pekerja.

Â