Sukses

Mahar Politik Pilkada Susah Dibongkar karena Hal Ini

Modus ini digunakan elite partai untuk 'memalak' setiap kandidat yang ingin maju menjadi calon kepala daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Praktik money politics atau politik uang yang kerap muncul di ajang Pilkada masih menjadi masalah tersendiri.

Politik uang tidak hanya dilakukan partai atau kandidat kepada pemilih atau penyelenggara, tapi juga dari kandidat ke partai. Praktik yang disebut beli perahu atau mahar politik ini diyakini masih sering terjadi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Faris mengatakan, modus ini digunakan elite partai untuk 'memalak' setiap kandidat yang ingin maju menjadi calon kepala daerah.

"Momentum Pilkada justru jadi kesempatan partai cari uang. Mahar politik jadi sumber pendanaan ilegal bagi partai," ujar Donald di kantornya, Jakarta, Rabu (12/8/2015).

Donald menegaskan, penyebab timbulnya mahar ini adalah minimnya keuangan partai yang dikelola secara legal. Modusnya bisa dalam bentuk pemerasan elite partai kepada kandidat yang ingin diajukan.

Menurut temuan ICW, sejumlah daerah diduga masih terjadi praktik ini. Kabupaten tersebut adalah Manggarai, Sidoarjo dan Toba Samosir.

"Sejumlah kandidat dan pengurus partai memberikan testimoni mengenai permintaan uang kepada kandidat oleh partai. Praktik yang sama kami yakini juga ada di daerah lain. Tapi sulit dibongkar, karena mahar politik sudah lumrah terjadi dan dinikmati dengan leluasa oleh elite partai," tegas Donald.

Peneliti Perludem Titi Anggraini meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bergerak cepat memproses informasi adanya dugaan praktik mahar tersebut.

"UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada jelas mengatur sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada setiap orang dan partai yang memperdagangkan dukungan. Di Pasal 47 UU 8/2015, secara jelas aturan dan larangan adanya pemberian uang politik kepada partai dalam proses pencalonan. Tentu ini ranah Bawaslu untuk menindaklanjutinya," tegas Titi.

Dia juga meminta kandidat dan masyarakat turun aktif membongkar praktik ini. "Bawaslu pun bisa bekerja sama dengan penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan," pungkas Titi. (Ron/Sss)