Liputan6.com, Jakarta - Seluruh fraksi di Komisi II DPR sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun, revisi baru akan dilakukan pada 9 Desember 2015.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mengungkapkan sebelum revisi dilakukan, pihaknya akan mengevaluasi dan menerima masukan dari semua pihak. Hal ini dimaksudkan agar pilkada serentak tahap kedua pada 2017 tidak mengalami masalah seperti persiapan Pilkada 2015.
"Kalau revisi UU Pilkada sebelum 9 Desember, ada yang tidak setuju. Tapi kalau setelah 9 Desember dipastikan setuju semua. Dalam arti kata menghadapi Pilkada serentak tahap II 2017 itu umumnya fraksi-fraksi yang ada di komisi II setuju dengan UU Pilkada yang baru," kata Lukman Edy di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 26 Agustus 2015.
Menurut dia, kesepakatan fraksi-fraksi di Komisi II DPR ini berasal dari kegaduhan dalam persiapan pelaksanaan Pilkada serentak 2015. Mulai dari soal calon tunggal yang sempat diwacanakan agar Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan politik dinasti, hingga anggota legislatif harus mundur dari jabatannya apabila mencalonkan sebagai kepala daerah.
"Terhadap hal itu, kalau pun ada perubahan dalam waktu dekat ini, kami terus terang belum dibahas di fraksi. Ini exercise saya sebagai pimpinan komisi II mengambil aspirasi dari teman-teman lain berkenaan dengan revisi UU Pilkada," ujar Lukman.
Saat ini, lanjut dia, putusan MK membuat banyak calon kepala daerah dari partai politik batal mengikuti pesta demokrasi tingkat lokal tersebut. Dia mencontohkan PKB, sekitar 80 anggota legislatif mundur dari pencalonan kepala daerah.
Tutup Kekurangan
Sekretaris Fraksi PKB di DPR Jazilul Fawaid mengatakan, revisi UU Pilkada merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan penyelenggaraan Pilkada serentak yang carut-marut.
"Pilkada serentak ini menghadapi beberapa kendala di lapangan dan DPR sendiri belum lagi melihat pecahnya partai-partai itu juga ikut mempengaruhi. Artinya, produk yang dikeluarkan oleh DPR seperti UU Pilkada di undang-undang lagi yang ini semua menjadi bagian yang tak terpisahkan," kata Jazilul.
"Pagi-pagi tadi ada berita Ketua KPU di Tolitoli dipukul. Padahal itu diekspos ada polisi, kan ada anggaran pengamanan. Oleh sebab itu, banyak hal dari UU Pilkada kemarin sekaligus penyelenggaraannya yang sama-sama kita perbaiki lah," sambung dia.
‎
Di tempat yang sama, Komisioner KPU Hadar Navis Gumay mengatakan sepakat revisi UU Pilkada setelah 9 Desember, secara pribadi. Dia menilai perlu memasukkan aturan bumbung kosong apabila di suatu daerah terdapat calon tunggal tetap dapat ikut pilkada serentak.
"Kalau mau dipaksakan di 2015 sudah terlalu mepet, sebaiknya berikutnya saja 2017 dibuat aturan dengan baik. Saya pikir lebih satu model pemlihan yang dia punya ruang untuk menentukan pilihan," kata Hadar.
Dia menjelaskan KPU tidak dapat mengatur masalah calon tunggal dalam PKPU. Sebab, hal itu harus diatur dalam aturan yang lebih tinggi, yakni UU.
"Jadi kami melihat silakan dibuatkan Perppu, tapi rasanya kalau sekarang diterapkan akan terlalu sulit. Untuk revisi kami berharap bisa selesai Maret 2016, karena persiapan kami setelahnya minimal 3 bulan," pungkas Hadar. (Bob/Rmn)