Sukses

Merasa Dirugikan, Wakil Walikota Surabaya Gugat UU Pilkada ke MK

Wisnu meminta agar MK menyatakan‎ pasal-pasal yang dipermasalahkannya inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945.

Liputan6.com, Jakarta - Tak ingin Pilkada Kota Surabaya diundur hingga 2017 karena cuma ada pasangan calon tunggal, Wakil Walikota Surabaya Wisnu Sakit Buana menggugat ‎Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Wisnu mengajukan uji materi terhadap Pasal 51 ayat 2, Pasal 52 ayat 2, Pasal 121 ayat 1, dan Pasal 122 ayat 1 UU Pilkada.‎ Pasal-pasal itu mengatur mengenai syarat jumlah minimal pasangan calon‎ dalam Pilkada dan penundaan Pilkada karena tidak memenuhi syarat jumlah minimal pasangan calon‎.

"Penundaan yang akan dilakukan KPU berdasarkan peraturannya telah merugikan partai politik dan anggotanya karena selama ini telah mempersiapkan kader terbaiknya," ucap Wisnu di Gedung MK, Jakarta, Selasa (1/9/2015).

‎Wisnu menilai, dengan tertundanya Pilkada Kota Surabaya 2015 karena aturan dalam pasal-pasal itu, maka hak konstitusional dirinya sebagai pemohon berpotensi dirugikan. Selain itu, hak konstitusional warga Surabaya juga berpotensi dirugikan dengan berlakunya pasal-pasal tersebut.

Kerugian konstitusinal yang dimaksud adalah salah satunya potensi ketiadaan pemimpin di Surabaya sampai 2017 mendatang. Dengan begitu maka tidak akan ada keputusan strategis terhadap Surabaya dan akan membuat pembangunan di Kota Pahlawan itu ikut terhambat.

Karena itu, Wisnu meminta agar MK menyatakan‎ pasal-pasal yang dipermasalahkannya inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945. Wisnu juga meminta MK menyatakan pasal-pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Kita minta MK menyatakan berbagai ketentuan terkait syarat jumlah minimal pasangan calon dan penundaan pilkada karena tidak memenuhi syarat jumlah minimal pasangan calon dalam UU pilkada tersebut inkonstitusional," ucap Wisnu.

Pilkada Kota Surabaya terancam mundur hingga 2017. Itu setelah KPUD Kota Surabaya mencoret Rasiyo-Dhimam Abror karena dinilai tidak memenuhi syarat (TMS). KPU kembali membuka pendaftaran calon pada 6 hingga 8 September nanti untuk mencari lawan buat pasangan incumbent Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana. Jika tidak ada pasangan baru, Pilkada Surabaya dipastikan mundur tahun 2017.

Sebelum Wisnu, aturan mengenai pasangan calon tunggal ‎dalam UU Pilkada juga sudah digugat oleh Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru.

Mereka mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 49 ayat (8) dan (9), Pasal 50 ayat (8) dan (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), dan Pasal 54 ayat (4), ayat (5), ayat (6) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Mereka mempermasalahkan aturan minimal 2 pasangan calon sebagaimana diatur dalam pasal-pasal tersebut.

Dengan aturan itu, Pilkada di sejumlah daerah terpaksa ditunda sampai 2017 karena hanya ada 1 pasangan calon saja yang mendaftar. Effendi dan Yayan‎ menilai, aturan tersebut berpotensi merugikan hak konstitusionalnya warga negara di daerah-daerah. Terutama hak warga negara dalam memilih calon kepala daerahnya. (Ron/Mut)