Sukses

JK Nilai Pilkada Lebih Bermasalah Dibanding Pilpres dan Pileg

Sebab, pilkada melibatkan perasaan emosional yang lebih mendalam karena kedekatan (proximity).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, pemilihan kepala daerah (pilkada) memiliki potensi konflik lebih besar ketimbang pemilihan presiden atau pemilihan legislatif. Sebab, pilkada melibatkan perasaan emosional yang lebih mendalam karena kedekatan atau proximity.

"Dari pengalaman kita beberapa kali pemilu langsung dan banyak pilkada, yang banyak masalah itu memang pilkada. baik perkaranya juga konflik-konfliknya," kata JK, saat memberikan pengarahan pada Satgas Pengawasan terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara‎, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (23/10/2015).

"‎Kenapa pilkada lebih bermasalah? Karena pilkada membawa emosional keluarga, emosional teman, emosional kelompok. Kalau pemilu nasional, pileg dan pilpres itu jangkauannya lebih luas, prioritasnya tidak terlalu sempit," tambah dia.

Mantan Ketua Umum Golkar itu menjelaskan, dalam catatan yang dimilikinya, kericuhan antarkelompok pendukung hingga  pembakaran sering terjadi saat pilkada. ‎Bahkan, tak menutup kemungkinan terjadi perang saudara saat pilkada.

"Kalau sudah menyangkut politik kadang-kadang keluarga, saudara pun kadang bentrok. Itu pengalaman kita apabila menghadapi pilkada itu," tutur JK.

Satgas Netralitas Pilkada

‎Hari ini, pemerintah resmi membentuk Satgas Pengawasan terhadap Netralitas Aparatur Sipil Negara. Peresmian satgas ini disaksikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan dihadiri oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Jaksa Agung HM Prasetyo, Ketua KPU Husni Kamil Manik, Ketua Bawaslu Muhammad, dan Ketua KPK sementara Taufiequrrachman Ruki.

"‎Tindak lanjut dari MoU Kemenpan, Kemendagri, Bawaslu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) adalah membentuk satgas ini yang secara praktis akan mengawasi pelaksanaannya," kata Menpan-RB Yuddy Chrisnandi.‎

‎Dia menuturkan para birokrat atau PNS yang tidak netral dalam pilkada serentak akan langsung dicopot dari jabatannya. Dia menjelaskan tidak ada lagi teguran tertulis maupun teguran lisan, sebab sanksi demikian terbukti tidak efektif.

"Misalnya jabatannya kepala dinas lalu dia menyalahgunakan kewenangannya, mengintervensi, dia juga menggunakan aset pemerintah, langsung bisa dicopot dia jabatannya, yang mau promosi juga ditunda promosinya, yang sudah naik pangkat bisa dturunkan pangkatnya satu tahun atau tiga tahun," ujar Yuddy.

"Kalau sudah terlalu fatal, secara masif tindakan-tindakan di luar kewajiban netralitasnya, bisa diberhentikan baik dengan hormat maupun tidak hormat," tandas dia.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawas Negeri Sipil, ‎Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. (Bob/Mvi)