Sukses

Dulang Suara Pilkada, Petahana Diyakini Masih Andalkan PNS

Hal itu terjadi karena calon petahana ini masih mempunyai pengaruh besar dari berbagai kebijakan daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pusat Kajian Kebijakan Daerah (PUKKAD) Nabil Ahmad Fauzi mengatakan, mobilisasi suara Pegawai Negeri Sipil (PNS) oleh calon kepala daerah petahana diyakini masih akan terjadi di Pilkada serentak, Desember 2015 nanti.

Nabil menyatakan, penggiringan suara oleh PNS bukan isu baru. Hal itu dibuktikan dengan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pilkada Kota Tangerang Selatan (Tangsel) 2010 yang berujung pada pemungutan suara ulang.

"Jadi memang mobilisasi suara PNS dan jajaran pemerintah daerah (pemda) menjadi motif andalan calon petahana untuk meraup suara yang banyak," ujar Nabil di Jakarta, Jumat (23/10/2015).

Menurut dia, hal itu terjadi karena calon petahana ini masih mempunyai pengaruh besar dari berbagai kebijakan daerah melalui kroni-kroninya yang masih menjabat di Pemda. Dengan begitu, petahana ini dapat memanfaatkan pengaruhnya menekan para PNS untuk mendukungnya.

"Calon petahana masih punya pengaruh dan ‘tangan-tangannya’ di jajaran birokrasinya. Posisi birokrat ini menjadi serba salah,” tutur dia.

Sebab, dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Pemda dan UU Pilkada disebutkan, PNS dan pejabat negara lainnya tidak boleh terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan dukungan terhadap calon. PNS harus bersifat netral. Dalam UU itu juga disebutkan apabila terlibat dikenai sanksi penundaan kenaikan jabatan, pencopotan jabatan hingga sanksi pidana.

"Jika tidak membela calon petahana, lalu calon tersebut (pertahana) menang, maka dapat dipastikan karier mereka (PNS) akan terpuruk," papar Nabil.

Maka dari itu, dia meminta perlu pendekatan secara rule of law, yakni penegakan hukum dari aspek calon dan birokrasinya. Dalam artinya yang lebih besar bahwa harus ada kepastian regulasi, di mana peran kepala daerah dalam sistem promosi jabatan birokrasi tidak terlalu powefull.

"Sehingga, birokrasi tidak menjadi khawatir terhadap pilihan-pilihan politiknya, karena jabatan birokrasi berbasis prestasi," tandas dia.

Negara Harus Hadir

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Arteria Dahlan mengungkapkan, hingga saat ini tidak ada survei yang mampu menjelaskan mobilisasi PNS oleh petahana memberikan pengaruh siginifikan.

"Sampai saat ini saya masih berpendapat bahwa penyelenggaraan Pemilu yang buruk semata-mata disebabkan pada buruknya kinerja penyelenggara Pemilu maupun pengawas pemilu di lapangan, bukan yang lain," ungkap Arteria di Kompleks DPR, Jakarta.

Dalam setiap rapat komisi II DPR, pihaknya telah berulangkali mengingatkan KPU dan Bawaslu terkait masalah ini. Bahkan, pihaknya juga mencoba menggelar masalah ini bersama-sama dengan penyelenggara pilkada.

"Sebagai upaya antisipasi kami juga telah minta Kemenpan-RB dan Komisi Aparatur Sipil Nasional (KASN) untuk menggali lebih dalam subtansi permasalahan keterlibatan PNS dalam Pilkada, mekanisme beracara, penjatuhan sanksi dan sanksi-sanksi apa saja yang dapat diberikan," ucap dia.

Dia merekomendasikan, pasangan calon dan pihak tertentu yang mencoba melibatkan PNS dalam Pilkada agar ditindak tegas hingga diberikan sanksi yang berat.

"Bahkan, tidak cukup diberhentikan dengan tidak hormat kalau perlu ditambah dengan pemberian sanksi hukum pidana. Negara harus hadir. Pemerintah harus berani dan jangan bermain politik agar pilkadanya bermartabat, demokrasinya hebat," tegas Arteria.

Dia menyambut baik komitmen pemerintah yang sudah meluncurkan Satuan Tugas (Satgas) Netralitas PNS yang menolak keras kejahatan demokrasi dalam segala macam bentuknya dalam Pilkada.

"Niat baik ini harus pula diikuti dengan metode dengan cara yang baik. Sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh stake holder Pilkada dan jangan sampai menjadi blunder dan menimbulkan kegaduhan baru," kata dia.

Dia juga mengharapkan, pemerintah harus berani dan tidak bermain politik agar Pilkada serentak bermartabat, demokratis dan menghasilkan pemimpin yang benar-benar dihendaki rakyat. Sebab, negara ini butuh pemimpin-pemimpin yang mampu membuat sejarah dan berprestasi dalam pengertian seluar-luasnya.

"Hal itu hanya bisa terwujud melalui kepemimpinan yang dilahirkan melalui proses demokratis tanpa pengkondisian, tanpa transaksional serta mengedepankan pertarungan ideologis," pungkas Arteria. (Ron/Ans)