Liputan6.com, Jakarta - Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz ‎mengatakan, menjelang penyelenggaraan pilkada serentak 2015, praktik partai minta 'saham' alias mahar masih banyak terjadi hampir di semua daerah.
"Praktik partai minta saham itu terjadi dimana-mana. Padahal sudah disampaikan Megawati (Ketum PDIP) seminggu lalu, tapi mahar masih terjadi," ucap Hafidz dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (5/12/2015).
Kata dia, bohong jika partai menjanjikan akan membantu si calon. Sebab, dalam catatan JPPR, tidak lebih dari 5 persen sumbangan dari partai dalam bentuk uang kepada si calon.
Pembiayaan segala 'tetek bengek' untuk si pasangan calon maju, 90 persen nya berasal dari kantong pribadi pasangan calon itu sendiri.
"Parpol nyumbang ala kadarnya. Malah lebih dulu minta mahar dan parahnya sistem kebersamaan sukseskan paslon itu minim," kata dia.
Â
Baca Juga
Hafidz menjelaskan, saat ini ada hal baru yang berpengaruh terhadap proses pilkada serentak saat ini. Terutama yang menyangkut kampanye yang dilakukan pasangan calon.
Di mana, lanjut Hafidz, saat ini ada peraturan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), 50 persen biayanya turun dari anggaran pilkada dari KPU.
"Tapi itu kan sebenarnya untuk sosialisasi paslon. Tapi kampanye di bawah meja, itu sebenarnya masih terjadi," pungkas Hafidz.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang pernah mencalonkan diri sebagai Calon Bupati Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, dia mundur lantaran dimintai mahar yang sangat besar oleh partai pendukung sebagai syarat pencalonan.
Advertisement