Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) diberi waktu 45 hari kerja untuk mengadili dan memeriksa perkara sengketa pilkada. MK pun menggelar sidang maraton untuk menangani 147 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKada) 2015.
Terkait hal itu, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Pol Tito Kurniawan mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan MK.
"Ini pertama kali gugatannya serentak seperti ini. Satu saja repot, apalagi 147 perkara," ucap Tito di gedung MK, Jakarta, Jumat, 8 Januari 2016.
Tito menjelaskan selama 2 bulan ke depan pihaknya akan fokus melakukan pengamanan di MK terkait sidang PHPKada ini. Karena itu, polisi akan terus menjalin koordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama MK, mengenai pengamanan itu.
Baca Juga
"Kekuatan yang dikerahkan sekarang ada 852 anggota dibagi menjadi 3 ring. Ring I di dalam, Ring II di luar, Ring III di jalan. Kemudian ada yang tertutup dan ada yang terbuka. Berpakaian preman di dalam. Ada tempat escape juga kita siapkan," ucap Tito.
Begitu pula dengan para pengunjung, kata Tito, akan dilakukan seleksi oleh tim Pengamanan Dalam (Pamdal) MK dibantu Kepolisian. Demikian juga dengan tamu-tamu telah disediakan tempat khusus. "Jadi tidak semua orang boleh masuk ke dalam," tutur Tito
Larangan Demo di Depan MK
Tito menjelaskan pihaknya sudah memetakan kapan waktu potensi rawan, yakni pada 18 Januari 2016 mendatang.
Saat itu, Mahkamah Konstitusi akan memutuskan perkara PHPKada mana saja yang bisa dilanjutkan dan mana yang didismilasi (tidak dilanjutkan) berdasarkan ketentuan dalam Pasal 158 UU Pilkada.
"Kegiatan sekarang ini kan masih mendengarkan gugatan dari pemohon, nantinya termohon. Tanggal 18 (Januari) nanti ada keputusan mana yang boleh lanjut mana yang tidak. Itu juga akan ada kerawanan. Mungkin ada yang tidak puas," ujar Tito.
Meski begitu, Tito mengharapkan jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan putusan MK itu nanti dapat disalurkan dengan cara-cara yang benar dan positif. Bukan dengan demonstrasi, apalagi disertai tindakan anarkis.
"Itu sesuai dengan prinsip UU 1998 tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Artinya kalau ada keberatan yang mau disampaikan ke MK silakan disampaikan dengan cara-cara yang damai. Jangan anarkis. Tidak usah juga menggunakan massa," kata Tito.
Kalaupun nantinya tetap ada unjuk rasa dan keramaian massa, maka pihaknya akan mengarahkan ke tempat lain yang sudah ditentukan. Misalnya di dekat IRTI Monas atau di dekat patung kuda dan bukan di depan di gedung MK.
"Di sana, di tempat biasa ada demo di situ. Tanggal 18, 19 dan seterusnya kalau ada keberatan jangan membawa massa di depan MK karena akan mengganggu lalu lintas dan ketertiban publik. Jadi kalau ada (demo) pasti akan kita arahkan ke sana (IRTI atau patung kuda)," Tito menandaskan.**
Advertisement