Sukses

Paslon Ini Beberkan 3 Modus Kecurangan Lawannya di MK

Pihaknya menemukan fakta DPT ilegal mencapai 18.000 lebih.

Liputan6.com, Jakarta - Pasangan calon (paslon) kepala daerah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, Ma'mun Amir-Batia Sisilia Hadjar atau disingkat Mutiara menggugat pelaksanaan pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan diajukan terkait dugaan praktik curang yang dilakukan lawannya.

Paslon nomor urut 2 ini membeberkan banyak peristiwa dan fakta yang merugikan pihaknya dalam Pilkada Kabupaten Binggai, 9 Desember 2015. Kecurangan itu meliputi Daftar Pemilih Tetap (DPT) ilegal, politik uang, dan juga dugaan keberpihakan penyelenggara pemilu yakni KPUD dan Panwas kepada pasangan tertentu, Herwin Yatim-Mustar Labolo atau disingkat Winstar.

Pengacara paslon Mutiara, Unoto mengatakan, pihaknya menemukan fakta DPT ilegal mencapai 18.000 lebih. Selain itu, pihaknya juga menemukan banyak pemilih yang tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Selain itu, kertas suara untuk DPT ilegal tersebut dicetak di Kota Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah jelang pelaksanaan pilkada. Fakta tersebut dibenarkan oleh Panwanlih dan Ketua KPU Kabupaten Banggai sesuai Surat Rekomendasi DPRD Banggai.

"Fakta politik ini menyebabkan kemenangan pasangan Winstar yang diperoleh dengan cara yang melawan hukum dan menciderai pilkada yang seharusnya dilakukan secara jujur adil dan Luber," ujar Unoto usai persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (11/1/2015).

Warga memasukkan surat suara ke dalam kotak suara saat menggunakan hak pilih pada pemungutan suara Pilkada Depok di TPS Kampung Pilkada RW 03, Depok, Jawa Barat, Rabu (9/12). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Selain DPT ilegal, Unoto juga mengatakan, fakta money politic yang dilakukan secara sistematis dan masif oleh paslon Winstar telah menyebabkan kerugian pada kliennya. Modus money politic itu, dengan menggunakan Kartu Sahabat Sehati untuk ditukar dengan nominal uang Rp 100 hingga 300 ribu.

"Ada 100.000 kartu yang disebar oleh Winstar. Jika dikalikan, maka ada Rp 10 sampai Rp 30 miliar  uang yang tersebar pada 3 hari jelang pilkada. Kami bisa membuktikan dan menghadirkan saksi-saksi yang sangat bisa dipercaya," tutur dia.

Pihaknya menilai, praktik tersebut sangat berbahaya bagi berlangsungnya pemerintahan di masa depan. Sebab, money politic sangat berpotensi melahirkan praktik korupsi.

"Bahwa money politic pada Pilkada Banggai sungguh sangat mengkhawatirkan dan membahayakan karena berlangsung sangat masif dan sistematis dengan jumlah uang yang luar biasa fantastis," ucap Unoto.

Lebih dari itu, pihaknya sangat meyakini bahwa hasil Pilkada Kabupaten Banggai yang sudah ditetapkan KPUD ini tidaklah merepresentasikan kehendak rakyat. Namun lebih pada berkuasanya politik uang dan tindakan-tindakan melawan hukum yang dilakukan paslon Winstar untuk memenuhi ambisinya.

Kecurangan tersebut bahkan melibatkan sejumlah pihak yang memiliki otoritas tinggi di pemerintahan, juga penyelenggara pilkada. Mereka menilai, sejumlah perangkat desa, PNS, bahkan KPPS, PPS, KPUD, dan Panwas terlibat dalam upaya memenangkan paslon Winstar.

"Pelanggaran dan atau kecurangan tersebut dapat kami buktikan mempunyai hubungan langsung dan mempengaruhi rekapitulasi perolehan suara yang ditetapkan oleh termohon," pungkas Unoto.