Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan permohonan pasangan calon kepala daerah nomor urut 2 Kabupaten Tanah Datar, Edi Arman-Taufiq Idris. Sebab, banyak dalil permohonan yang berdasar pada asumsi, bukan fakta.
Melalui kuasa hukumnya Arsil Salim, pasangan yang diusung Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN) ini menggugat pelaksanaan pilkada di Kabupaten Tanah Datar. Mereka menuding, calon petahana yakni Irdinansyah Tarmizi-Zuldafri Darma ‎melakukan kecurangan bersama-sama KPU dan Bawaslu.
"Hampir semua TPS di Kecamatan Lintau Buo bermasalah. Terutama di kampung paslon nomor 1 Irdinansyah, Pawanslu dan KPU itu dikuasai," ujar Arsil di depan Majelis Hakim MK, di Gedung MK, Jakarta Senin (11/1/2016).
Hakim Ketua, Arief Hidayat lantas mempertanyakan apa maksud 'dikuasai' menurut pemohon. "Dikuasai itu artinya apa?" tanya Arief.
"Dipengaruhi, Yang Mulia," jawab Arsil. "Itu artinya apa?" tanya Arief kembali.
Arsil mengklaim, kinerja KPUD dan Panwaslu Kabupaten Tanah Datar tidak lagi objektif. Mereka lebih subjektif dan condong kepada pasangan nomor urut 1 yang merupakan pasangan petahana.
"Kalau incumbent maju, mereka (Irdinansyah-Zuldafri) mempengaruhi (KPUD dan Panwaslu), Yang Mulia," ucap Arsil.
Namun menurut Arief, dalil yang digunakan pemohon bahwa kinerja Panwaslu dan KPUD ‎dipengaruhi pasangan tertentu merupakan sebuah asumsi. Apalagi, pihak pemohon tidak menunjukkan bukti yang kuat apa yang dituduhkan.
Baca Juga
"Itu asumsi ya. Kalau maju ke MK harus bersadarkan fakta, bukan asumsi. Nanti kalau permohonan bapak menang, artinya kemenangan bapak itu asumsi dong," ucap Ketua MK itu.
‎Dalil lain yang diajukan pemohon juga membuat Majelis Hakim geleng-geleng kepala. Pemohon mempermasalahkan status calon nomor urut 1 pernah dipidana 4 tahun kurungan. Arsil menilai, pidana tersebut melanggar PKPU Nomor 12 tahun 2015 tentang tidak terlibat perbuatan tercela.
Padahal dalam aturannya, seseorang boleh ikut mencalonkan diri asal tidak dalam keadaan sedang menjalani hukuman. Sekali pun dia mantan narapidana.
"Loh, masalahnya di mana? Aturannya bagaimana? Apakah masih dalam kurungan atau tidak?" tanya Arief.
Tidak Ada Petitum
Advertisement
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga tidak menemukan adanya petitum atau isi permohonan dalam berkas pemohon. Hakim pun menilai tidak ada keseriusan pemohon mengajukan gugatan di MK.
Padahal, berkas permohonan perkara sebelum direvisi, pemohon menyertakan petitum. Namun setelah direvisi, berkas permohonan justru tanpa petitum.
"Memang dalam permohonan ini sepertinya tidak diperbaiki. Petitumnya tidak ada. Permohonan Anda 19 Desember 2015 masih ada petitumnya, tapi setelah diperbaiki 27 Desember kok tidak ada," pungkas Arief.
‎Sidang pendahuluan kemudian ditutup. Sidang selanjutnya dilaksanakan pada Kamis 14 Januari 2016 dengan agenda mendengarkan jawaban dari termohon.