Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR menyindir sikap Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang putusan perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), yang dijadwalkan 21 Januari hingga 25 Januari nanti.
Anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan mengatakan, ‎berdasarkan Peraturan Mahkamah Kontitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2015, sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 7 Tahun 2015 mengenai jadwal persidangan perselisihan pilkada, jadwal pembacaan putusan hanya ada 2 kali, yaitu pembacaan putusan dismisal pada 18 Januari dan pembacaan putusan akhir pada 2 hingga 7 Maret 2016.
"Jadi agenda tanggal 21, 22, dan 25 Januari ini sidang pembacaan putusan apa? Ini tidak benar, MK jangan sembarangan dan sok kuasa. Jangan buat aturan sendiri. Kok bisa tiba-tiba saja MK membuat jadwal sidang pembacaan putusan di luar dari jadwal yang ditentukan oleh MK sendiri. Ini melanggar prinsip kepastian hukum," kata Arteria di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (22/1/2016).
Baca Juga
Menurut dia, MK ‎wajib menjelaskan tentang hal ini kepada publik. Jadwal sidang merupakan isu substantif dan menyangkut formalitas beracara. Apabila dilanggar, maka akibatnya hukum menjadi cacat format dan putusannya tidak mengikat.
"MK harus pulihkan citranya, jangan arogan. Ini masalah sensitif, jangan memicu konflik yang lebih besar," ujar dia.
Politisi PDI Perjuangan ini kembali mempertanyakan, apakah MK ‎diperbolehkan menggelar sidang pembacaan putusan di luar jadwal Peraturan MK yang kedudukannya di bawah UU.
"Apakah jika sidang pembacaan putusan digelar di luar jadwal, nantinya tidak akan menimbulkan persoalan hukum?" kata dia.
Selain itu, tambah Arteria, ‎MK juga wajib menjelaskan kepada publik kenapa PMK No 7/2015 berbeda dengan Pasal 158 Undang-Undang (UU) No 8/2015 tentang Pilkada ,terkait batasan pengajuan gugatan hasil selisih suara 0.5 - 2 persen ke MK.