Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengusulkan kepada DPR agar sanksi pelanggaran pemilu bagi peserta ditingkatkan menjadi diskualifikasi. Sanksi diskualifikasi ini untuk meningkatkan efek jera.
"Penyelenggara jika melanggar bisa dipecat, maka peserta diskualifikasi, tindak pidana 1-2 bulan tidak menakutkan. Tapi diskualifikasi, Insya Allah menakutkan," kata Jimly usai menghadiri acara Bawaslu Award 2016 di Balai Sarbini, Jakarta seperti dikutip Antara, Selasa (1/3/2016).
Menurut dia, DKPP telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan DPR untuk membahas usulan tersebut.
"Tanggapannya baik, masih dibahas," ujar Jimly.
Dia menilai sanksi yang berat akan meningkatkan kehatian-hatian dan kesadaran peserta untuk menjalankan pemilu yang berintegritas berdasarkan aturan hukum dan etika.
Baca Juga
"Sekarang ada tuntutan di dunia bahwa pemilu berintegritas supaya mengikuti etika kepantasan," ucap Jimly.
Bagi dia, sikap para kandidat yang lebih aktif dalam mendekati penyelenggara, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setelah pemilu selesai kadang melanggar batas-batas etika.
"Tidak puas setelah kalah di MK (Mahkamah Konstitusi), KPU dan Bawaslu menjadi sasaran," kata Jimly.
Oleh karena itu, dia menegaskan sanksi yang berat akan membuat peserta menuruti aturan hukum dan etika yang berlaku. Sebab, kata dia, untuk menyelenggarakan pemilu yang berintegritas diperlukan penyelenggara dan peserta yang baik.
"Dalam jangka panjang, walaupun penyelenggara sudah baik, tetapi peserta tidak baik tentu akan menjadi masalah," kata Jimly.
Selama 3 tahun menjabat sebagai Ketua DKPP, dia menilai kinerja KPU dan Bawaslu sudah baik dan performa kedua lembaga tersebut, bahkan diakui negara dengan pemberian tanda kehormatan Bintang Penegak Demokrasi pada 2009.
"Ketua KPU dan Bawaslu RI menjadi tokoh pertama yang menerima penghargaan tersebut, sebagai penegak demokrasi," kata Jimly.