Sukses

8 Fraksi Setuju Anggota DPR Mundur Saat Ikut Pilkada

MK memutuskan bahwa anggota DPR wajib mundur saat akan maju dalam Pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar telah menyatakan dukungannya kepada pemerintah. Partai berlambang pohon beringin ini pun tidak bisa berlama-lama beda pendapat dengan Presiden Jokowi. Mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), Golkar akhirnya satu suara dengan pemerintah.

Partai Golkar menyepakati tentang kewajiban anggota DPR mundur jika mengikuti pilkada. Dalam pandangan mini fraksi saat rapat Komisi II DPR, Selasa 31 Mei 2016, anggota Fraksi Partai Golkar Hetifah mengatakan, sebenarnya status anggota DPR tidak bisa disamakan dengan PNS dan TNI-Polri yang wajib mundur saat Pilkada.

"Namun demikian, kalau pemerintah harus berpegang teguh pada putusan MK, maka Fraksi Golkar dapat memahami sikap pemerintah tersebut," ucap Hetifah saat rapat di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.

Ia menegaskan, karena putusan MK final dan mengikat, maka harus mengikutinya. Tak hanya itu, Partai Golkar pun menyetujui soal sanksi tegas terhadap politik uang.

"Golkar minta fraksi dan pemerintah untuk berikan kelonggaran terhdap metodologi kampanye yang lebih longgar dan komunikatif berupa pertemuan terbatas tatap muka. Golkar juga dukung sanksi yang jelas dan tegas terhadap money politics," tegas Hetifah.

Selain Golkar, perwakilan fraksi-fraksi pun mengutarakan pandangan mininya. Dan pada akhir rapat, mayoritas fraksi mendukung pemerintah. Ada 2 fraksi yang belum setuju dengan pemerintah yaitu Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Pemerintah sejak awal berpegangan pada putusan MK yang final dan mengikat. MK memutuskan bahwa anggota DPR wajib mundur saat akan maju dalam Pilkada.

Pada awalnya, Komisi II DPR menawarkan 2 opsi kepada fraksi-fraksi. Opsi pertama yaitu anggota DPR harus mundur dari jabatannya bila ikut pilkada dan opsi kedua yaitu anggota DPR cukup mundur dari struktur Alat Kelengkapan Dewan (AKD) bila ikut pilkada.

2 dari 3 halaman

Alasan PKS dan Gerindra

Fraksi Gerindra dan PKS meminta agar anggota DPR tidak wajib mundur saat mencalonkan diri di Pilkada. Anggota DPR/DPD/DPRD hanya perlu cuti atau mundur dari posisi di AKD.

"Karena anggota DPR elected official, maka cukup cuti di luar tanggungan atau mundur dari posisi AKD," ucap anggota fraksi Partai Gerindra Endro Hermono.

Wakil Ketua Komisi II Almuzzamil Yusuf dari Fraksi PKS menyatakan tidak sepakat dengan pendirian pemerintah.

"PKS menyatakan cukup cuti bagi jabatan anggota DPR/DPD/DPRD atau mundur dari jabatan AKD," ucap Almuzzamil.

PAN dan Golkar yang sudah menyatakan diri mendukung pemerintah menunjukkan bahwa mereka satu suara dengan Presiden Jokowi. 2 parpol yang tadinya anggota KMP itu kini sepakat anggota DPR harus mundur ketika ikut Pilkada.

"Fraksi PAN berpendapat bahwa, setelah mengkaji, merenung maka pada pendapat akhir PAN, anggota DPR/DPD/DPRD harus mundur dari jabatannya sebagai anggota legislatif sesuai putusan MK," tegas anggota Fraksi PAN Amran.

Meski begitu, pada akhirnya semua fraksi pun sepakat revisi UU Pilkada ini dibawa ke rapat paripurna pada Kamis 2 Juni 2016. Keputusan resmi akan diambil saat rapat paripurna tersebut.

3 dari 3 halaman

Mendagri Apresiasi

Mendagri Tjahjo Kumolo mengapresiasi semangat dari para anggota dewan soal revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

"Pemerintah mengapreasiasi, walaupun panitia kerja (panja) banyak pendapat berbeda, kuncinya ada pada pandangan fraksi. Dari seluruh pandangan fraksi plus kesimpulan yang kami tangkap, seluruh fraksi setuju terhadap hasil revisi UU Pilkada," ungkap Tjahjo di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa 31 Mei2016.

Ia mengatakan kalau dalam pandangan mini fraksi ada yang memberikan catatan-catatan, itu adalah hal yang wajar. Untuk selanjutnya, kesepakatan ini akan dibahas saat rapat paripurna DPR Kamis 2 Juni 2016.

Tjahjo menegaskan, keputusan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait anggota DPR yang harus mundur saat maju Pilkada itu adalah keputusan final dan mengikat.

"Itu keputusan MK, bagaimana bisa divoting. DPR lembaga negara, pemerintah lembaga negara, dan MK lembaga negara. MK itu final dan mengikat, tidak ada yang bisa membatalkan kecuali ada judicial review. Itu kewenangan MK. Kalau ada yang tidak cocok silakan mengajukan ke MK," Tjahjo menandaskan.