Liputan6.com, Jakarta - DPR telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Pilkada Nomor 8 tahun 2015. Pasal 48Â UU Pilkada yang disetujui DPR pada 2 Juni 2016 mengatur, jika pendukung calon perseorang tidak dapat ditemui (panitia pemungutan suara) PPS dalam verifikasi faktual di alamatnya, pasangan calon diberi kesempatan menghadirkan mereka ke kantor PPS dalam waktu tiga hari, terhitung sejak PPS tidak dapat menemui mereka.Â
Ketika dalam batas waktu tersebut tidak dipenuhi, maka dukungan dicoret.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyatakan siap mematuhi peraturan baru itu. Hanya saja, dia menilai UU baru itu akan menyulitkan pendukung yang mengumpulkan KTP untuknya, yakni TemanAhok.
"UU sudah putuskan begitu ya kita harus patuh saja. Cuma ya sekarang orang yang mendukung saya sedikit repot, repot kenapa? Waktu timnya datang hari kerja pasti kan enggak ada nih, misal jam segini petugas datang ke rumah, kamu pasti enggak ada, begitu enggak ada 3 hari batas waktu, kamu mesti datang ke PPS terdekat. PPS buka 24 jam enggak?" ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin (6/6/2016)
Menurut dia, pendukung yang telah menyerahkan dukungan KTP kepadanya sudah banyak yang menggunakan e-KTP. Dengan begitu, seharusnya dapat menjamin KTP dukungan untuknya bukan fiktif.
"Padahal ini semua terdaftar secara e-KTP, ada tanda tangan, ada pernyataaan kalau kamu bohong kau bisa pidana ini," ujar Ahok.
Dia pun menyerahkan kepada para pendukungnya apakah bersedia meluangkan waktu untuk verifikasi ke PPS.
"Tergantung masyarakat yang mendukung, apakah dia mau datang atau tidak. Kalau sampai datang ke rumah pasti enggak ada orang dong, kecuali ya memang pengangguran atau ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga saja bisa ke pasar. Kalau enggak ketemu kan harus datang sendiri," ucap Ahok.