Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak berlebihan menanggapi Undang-Undang Pilkada yang baru.
"Ini persoalan kebatinan sebenarnya. Tapi tujuannya kan agar peraturan yang dibuat oleh KPU (PKPU) tidak jauh panggang dari api, maka wajar KPU diminta berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah. Jadi KPU tidak perlu berlebihan menanggapi revisi ini," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/6/2016).
Jika dalam rapat konsultasi antara KPU, DPR dan Pemerintah terjadi ketidaksamaan pendapat, Jazuli berujar, KPU tetap bisa membuat PKPU sesuai pemahamannya.
"Asalkan KPU bisa memiliki argumentasi yang kuat, ya bisa saja. Kan konsul itu kepada pembuat UU yakni antara DPR dan pemerintah. Justru posisi DPR di situ menjaga agar peraturan tidak keluar dari UU. Tapi tetap keputusan tetap di KPU, selama memiliki argumentasi yang kuat, tidak bisa diintervensi," ujar mantan anggota Komisi II DPR tersebut.
‎Jazuli menuturkan, dalam prakteknya baik DPR maupun pemerintah tidak boleh memaksa KPU dalam membuat PKPU. Hal tersebut juga sudah berlaku selama ini, di mana KPU bisa membuat peraturan sendiri hasil dari tafsir UU yang telah disahkan.
"Kalau intervensi terlalu jauh terhadap PKPU akan dihukum oleh publik baik itu DPR sama juga pemerintah, karena peraturan itu penjabaran teknis dari UU," tandas anggota Komisi I DPR ini.
KPU mempermasalahkan Pasal 9 A UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa KPU menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Aturan itu bersifat mengikat.
PKS Minta KPU Tak Berlebihan Tanggapi UU Pilkada
Jika dalam rapat konsultasi antara KPU, DPR dan Pemerintah terjadi ketidaksamaan pendapat, KPU tetap bisa membuat PKPU sesusai pemahamannya.
Advertisement