Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku tersandera Undang-Undang Pilkada. Ahok, sebagai petahana, merasa dipaksa cuti ketika maju kembali pada Pilkada 2017. Padahal, menurut dia, cuti adalah hak.
Ahok menegaskan memilih tidak cuti dan kampanye pada pelaksanaan pesta demokrasi nanti. Ini semata untuk mengamankan pembahasan Rancangan APBD 2017.
"Undang-undang memaksa (cuti). Itulah, saya menanyakan kok ada keluar undang-undang yang menyandera seorang petahana?" kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jumat (5/8/2016).
Menurut dia, banyak yang menilai tiap kerjanya menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017 ini sebagai pencitraan. Padahal, kata dia, seorang petahana wajib bekerja melayani warganya. Justru akan aneh, bila seorang petahana dilarang bekerja karena akan dianggap sebagai kampanye terselubung.
"Terus Ahok datang pagi. 'Oh, jangan datang pagi-pagi dong, Ahok, lu tidur-tidur siang di rumah saja dong.' 'Ahok jarang ke luar negeri kan? Suruh ke luar negeri jalan-jalan dong Ahok.' Karena nanti kamu kerja terus. Jadi aku mesti gimana? Pakai celana pendek saja, duduk, jemur-jemur, enggak usah masuk kantor. Ya kan?" ujar Ahok.
Oleh karena itu, mantan anggota Komisi II DPR tersebut mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 ke MK. Namun, apabila akhirnya MK memutuskan petahana wajib ambil cuti, Ahok melakukannya.
"Saya cuma minta fatwa MK. Apakah benar undang-undang yang dikeluarkan ini memaksa saya cuti sekalipun saya tidak mau kampanye?" kata Ahok.
Menurut dia, berdasarkan SK Presiden dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, kepala daerah memiliki masa jabatan lima tahun.
"Yang jamin SK Presiden, undang-undang, petahana itu harus kerja berapa tahun? Lima tahun. Kalau kamu kurangi saya empat bulan, maka itu melanggar undang-undang kamu sendiri. Itu yang saya mau uji," pungkas Ahok.
Ahok Sebut UU Pilkada Menyandera Petahana
Ahok menilai cuti adalah hak, dan kepala daerah wajib bekerja melayani masyarakat seperti yang diatur dalam perundangan.
Advertisement