Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memutuskan untuk maju Pilkada DKI Jakarta melalui jalur parpol. Dia pun telah memiliki modal dukungan dari 3 partaii yakni Nasdem, Hanura, dan Golkar.
Dengan dukungan ini, pengamat politik dari Univeristas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, Ahok sudah tidak bisa seenaknya lagi kepada parpol. Sebab, nasibnya ditentukan oleh para pendukungnya tersebut.
"Ahok tidak ideal lagi petantang-petenteng. Ada satu parpol saja menarik dukungan, bisa tidak jadi maju," kata Hendri dalam diskusi 'Tensi Tinggi Pilkada DKI' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/8/2016).
Advertisement
Diskusi ketat antarpendukung Ahok bisa terjadi saat menentukan calon wakil gubernur. Setiap parpol pasti punya nama yang akan diajukan kepada Ahok. Bila hal ini tidak diantisipasi Ahok, bisa saja salah satu parpol menarik dukunganny jelang Pilkada DKI Jakarta 2017.
"Misalnya Golkar mengajukan Nusron Wahid, Hanura ajukan Yuddy Chrisnandy. Ada tekanan harus ambil calon, makanya Ahok butuh tambahan partai," Hendri menjelaskan.
Parpol juga tidak bisa lupa dengan sikap Ahok kepada Gerindra. Saat itu, Ahok memutuskan keluar partai karena tidak sepaham. Pada sisi lain, parpol memiliki kader lain yang bisa dimajukan.
"Parpol harus beri kesempatan kader lain harusnya. Ada suara tidak semua harus ke Jakarta. Dulu saja ngomong 2012, Jokowi tetap di Solo, Ahok tetap di Babel, tapi maju juga," pungkas Hendri.
EVENT SPESIAL PESTA BEAT LIVE STREAMINGÂ 8 KOTA