Liputan6.com, Jakarta - PDIP belum juga menentukan siapa yang akan diusung pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Suara di luar dan di dalam kandang Banteng mengusulkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini atau Risma diusung. Namun, tetap saja PDIP bergeming.
Di tengah kuatnya desakan nama Risma, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang kembali mencalonkan diri dalam pilkada mendekat ke kandang banteng. Langkah politik yang paling nyata adalah kunjungan Ahok ke DPP PDIP di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat, Rabu 19 Agustus 2016.
Kunjungan tersebut, seakan menghapus desakan yang kuat terhadap Risma. Kunjungan politik itu sekaligus mengonfirmasi akan relasi politik Ahok dengan PDIP.
Advertisement
Jauh sebelum kunjungan 'kemerdekaan' itu, relasi politik Ahok-PDIP tengah panas-panasnya. Serangkaian sikap Ahok yang dibalas dengan pernyataan kader banteng, merefleksikan hubungan tersebut.
Namun, lagi-lagi, Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri tidak pernah menyatakan langsung dukungannya terkait Ahok. Selalu orang di lingkaran satu (baca: elite) PDIP atau Ahok sendiri yang menafsirkan penyataan Megawati.
Lirikan Mega di Kunjungan 'Kemerdekaan' Ahok
Pascakunjungan Ahok ke kandang banteng, sikap 'berlawanan' kader banteng seakan berubah. Eva Kusuma Sundari misalnya. Sebelumnya ia membeberkan beberapa pernyataan Ahok yang menyayat hati PDIP. Namun, kunjungan 'kemerdekaan' itu mengubah pernyataan Eva.
Usai kunjungan itu, Ahok mengklaim mendapat dukungan dari Megawati. Menurut Eva, Ahok membaca bahasa tubuh Megawati ketika mendatangi Kantor DPP PDIP. Sehingga calon gubernur petahana itu yakin mendapat restu Megawati untuk maju di Pilkada dan berpasangan dengan wakilnya saat ini Djarot Saiful Hidayat.
"Ahok mungkin membaca body languange, membaca lirikan Ibu. Toh memang komunikasi sedang berlangsung," kata Eva, kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Eva menegaskan sampai saat ini Ahok dan Megawati masih terus berkomunikasi untuk membahas calon gubernur. Namun, jika lobi itu tak menemukan titik temu maka PDIP akan mengambil keputusan melawan arus.
"Seperti Jokowi-Ahok itu kita melawan arus dengan tidak mendukung petahana. Toh saat itu suara Jokowi-Ahok kecil," ujar dia.
Salah satu syarat PDIP akan mendukung Ahok, kata Eva adalah jika berpasangan dengan Djarot. "Tapi bisa juga Pak Djarotnya cagub atau cawagubnya siapa gitu. Komunikasi politik Mega-Ahok dalam rangka menjajaki opsi petahana. Tapi Belum mapan, tunggu dulu lah," kata Eva.
Sementara, jika PDIP memilih mencalonkan Ahok, kata Eva tak akan berpengaruh pada Koalisi Kekeluargaan.
"Itu belum koalisi resmi. Koalisi Kekeluargaan ini levelnya pada DPD, sementara di tingkat DPP masing-masing partai masih menjalin komunikasi. Kalau PDIP mendukung Ahok ya koalisinya tidak dilanjutkan, masih dinamis," tutur Eva.
Advertisement
Cinta Mega Untuk Ahok
Jauh sebelum lirikan yang diklaim Ahok, Eva juga mengungkapkan, jika hubungan Megawati dan Ahok sangat baik.
"Ibu Mega tentu mementingkan dan menjaga perahunya, secara personal mungkin Bu Mega cinta Ahok, tetapi nggak mungkin dia mengabaikan partainya," ujar Eva kepada Liputan6.com di Pilkada DKI Jakarta, Senin 8 Agustus 2016.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengakui adanya hubungan personal antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri yang sangat erat.
"Ketika kami sering berdiskusi dengan Ibu Megawati Soekarnoputri, sejak dulu saya katakan Bu Megawati sebagai pribadi yang sayang sama Ahok," ujar Hasto saat meninjau pelaksanaan Jambore Nasional 2016 di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Pramuka (Buperta) Cibubur, Jakarta Timur, Jumat 19 Agustus 2016.
Isyarat-isyarat Mega yang ditangkap elite PDIP dan Ahok, seakan terejawantahkan dengan sikap yang lebih tegas. Penyataan tegas tersebut disampaikan kader PDIP, yang juga wakil Ahok saat ini, Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat.
Pada pertemuan dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kemarin, Djarot mengakui ada sinyal kuat dukungan dari Mega untuk duetnya bersama Ahok pada Pilkada DKI 2017.
"Betul bahwa kemarin Pak Ahok itu datang ke DPP partai di Diponegoro dan kita terima dengan baik. Memang indikasinya ke sana (Ahok dan Djarot) tapi kita lihat juga untuk menunggu mekanisme partai," ujar Djarot di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Djarot mengatakan, DPP akan melakukan serangkaian mekanisme terlebih dahulu sebelum benar-benar mengeluarkan rekomendasi dukungan resmi kepada Ahok. Djarot menyebut selama ini kerja sama antara dirinya dan Ahok dinilai baik oleh Mega.
"Saat ini kami merasa baik dan partai juga menyatakan baik. Saling menutupi. Kalau ada kelemahan saling membantu dalam memperkuat. Berkali-kali kan beliau (Mega) sampaikan. Misalnya kamu dengan Djarot itu saya lihat cukup baik. Mbok ya diteruskan," tutur Djarot.
Djarot pun mengaku siap apabila ditugaskan PDIP untuk maju pilkada bersama Ahok, baik sebagai calon gubernur maupun calon wakil gubernur.
"Saya kan otomatis sebagai kader partai ya siap ditugaskan sebagai apa pun juga. Harus siap memperjuangkannya. Bukan untuk kepentingan orang per orang. Bukan untuk kepentingan meraih kekuasaan dan jabatan. Tapi untuk suatu sarana, jalan mewujudkan kesejahteraan rakyat," pungkas Djarot.
Mega Cederung Pilih Ahok Ketimbang Risma
Pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto juga menambah kekuatan cinta Megawati ke Ahok. Hasto mensinyalir, partai berlambang banteng bermoncong putih itu, mengiyakan perkataan Risma, untuk tetap berada di Surabaya.
"Pemimpin punya tanggung jawab dan tugasnya masing-masing. Kami menghormati apa yang disampaikan Ibu Risma," tegas Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016).
Pernyataan Hasto tersebut juga seakan memberi sinyal kuat untuk Ahok guna diduetkan dengan wakilnya saat ini Djarot Syaiful Hidayat. Soal, pertemuan Ahok dengan Megawati, ia mengaku, memberikan suasana yang positif.
"Pertemuan dengan Pak Ahok kemarin membawa suasana yang lebih positif. Dan ini yang menjadi pertimbangan DPP partai," ucap Hasto.
Kendati demikian, ia menegaskan, semua kemungkinan masih sangat terbuka hingga keluar keputusan resmi dari Megawati Soekarnoputri, yang merupakan pemimpin tertinggi. "Tapi semua ini masih berproses dan belum final," tutur Hasto.
Lirikan dan cinta Megawati itu, lagi-lagi diperkuat dengan hasil pemetaan politik yang dilakukan PDIP terhadap calon-calon potensial. Dari hasil pemetaan politik PDIP, Ahok berada di urutan teratas alias nomor satu.
"Berdasarkan pemetaan politik nama Pak Ahok memang ada," ucap Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Meski demikian, hal tersebut tidak menjadi jaminan bagi PDIP dalam mengeluarkan putusan. "(Pemetaan politik) berdasarkan kepentingan strategis bangsa dan negara dan kemampuan calon dalam memimpin. Kemampuan menyelesaikan masalah yang tercermin dalam hasil survei. Tapi survei bukan salah satu instrumen," ucap Hasto.
Advertisement