Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengumpulkan pakar tata negara untuk memperbaiki kekurangan dalam berkas permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ahok diberi waktu 14 hari atau hingga 5 September 2016 untuk memperbaiki berkas permohonannya setelah sidang perdana uji materi di Mahkamah Konstitusi kemarin.
"Saya lagi kumpulkan pakar pakar, karena kan saya terbatas ilmu saya. Saya mesti tanya sama mereka. Ini kan dalam pikiran saya, saya enggak ngerti konstitusi," ujar Ahok di RPTRA Cibesel, Jakarta Timur, Selasa (23/8/2016).
Ahok menyatakan akan berusaha agar berkas permohonan uji materinya tidak ditolak hakim MK.
Advertisement
"Saya lagi siapkan supaya tidak ditolak oleh mereka, saya dikasih tahu saya sebagai pribadi atau sebagai gubernur, saya mesti cari dong konstitusinya apa. Kalau udah dapat konstitusi itu saya akan ajukan lagi," kata Ahok.
Ahok menargetkan perbaikan permohonan itu rampung dalam dua hari. Ahok mengajukan uji materi ini karena sebagai calon Gubernur DKI Jakarta petahana, dia ingin agar aturan cuti kampanye tidak mengikat.
Dalam persidangan perdana itu, penjelasan Ahok dinilai tidak cukup menggambarkan kerugian konstitusional yang dihadapi Ahok dengan adanya aturan kewajiban cuti bagi petahana. Para hakim panel MK pun mengatakan, masih harus ada yang diperbaiki dalam permohonannya tersebut.
"Ini kan yang diuji Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada, tetapi yang dimuat dalam norma ini, ada poin a dan poin b. Dan poin b, dilarang menggunakan fasilitas, apakah itu juga diminta dinyatakan inkonsitusional? Ini perlu dielaborasi," ucap Ketua Hakim Panel MK, Anwar Usman dalam persidangan MK.
Sementara itu, salah satu hakim anggota, I Gede Dewa Palguna mengatakan, harusnya Ahok bisa menjelaskan terkait kerugian hak konstitusional yang dialaminya dengan adanya norma tersebut. Jika tidak dapat menjelaskan kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan, pengajuan permohonan itu bisa gugur.
"Jika tidak mampu meyakinkan majelis, tentu materi permohonan tidak akan diperiksa, karena legal standing tidak ada," kata Anggota Majelis Hakim, I Gede Dewa.