Liputan6.com, Jakarta - DebatCalon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta putaran dua telah dilakukan Jumat 27 Januari 2016. Banyak kejadian yang menghiasi sepanjang debat. Hal ini ternyata menarik perhatian pengamat.
Pengamat ekonomi keuangan daerah yang juga akademisi Universitas Indonesia, Deddi Nordiawan, menyoroti apa yang disampaikan Agus Yudhoyono. Pernyataan Agus terkait pembangunan budaya kerja di Pemprov DKI cukup menarik perhatian.Â
Baca Juga
"Agus menyampaikan dua kata kunci yang akurat untuk membangun budaya kinerja, yakni kepemimpinan yang memberdayakan dan manusia yang punya hati. Ini kekuatan kepemimpinan Agus, dengan mendengar, merangkul, dan memberdayakan," ucap Deddi kepada Liputan6.com, Sabtu, 28 Januari 2017.
Advertisement
Menurut dia, membangun budaya kinerja memerlukan pemimpin yang mampu melakukan dialog. Hal ini, lanjut Deddi, disebabkan birokrasi merupakan kumpulan manusia yang punya hati.
"Untuk membangunnya pemimpin birokrasi harus melakukan pendekatan manusia, untuk sama-sama belajar, bukan yang sekedar perintah, apalagi sampai menciptakan rasa takut dan budaya ABS (Asal Bapak Senang)," tutur Deddi.
Meski demikian, Deddi menyatakan banyak dimensi dalam menata reformasi birokrasi. Yang selalu menjadi tantangan, lanjut dia, yaitu mengelola kompetensi. Misalnya, proses rekrutmen, diklat, pengelolaan remunerasi, dan penempatan.
"Ini tantangan yang enggak mudah, buat Mas Agus dan juga semua Cagub, membuat semua sistem kepegawaian menjadi proses yang menempa kompetensi," tukas Deddi.
Debat Putaran Kedua Ketiga Paslon Berani Saling Serang
Sementara itu, analis sosial politik UNJ dan Direktur Eksekutif Puspol Indonesia, Ubedilah Badrun, menelaah, dari segi gaya komunikasi dan keterampilan komunikasi tampak ketiga pasangan memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Meski pada segmen keempat dan kelima terlihat saling menyerang di antara pasangan.
"Pernyataan saling serang tersebut menunjukan naiknya tensi debat dan adanya upaya untuk saling menjatuhkan lawan pasangan cagub cawagub. Selain itu, tensi debat yang naik juga menjadi hiburan tersendiri bagi publik yang menonton," kata Badrun.
Dia menjelaskan, secara substantif ide para pasangan calon terkait reformasi birokrasi umumnya sama menginginkan birokrasi yang bersih, transparan, profesional dan manusiawi. Sisi persamaan ketiganya ada pada gagasan bersih, tranparan, dan profesional.
"Sementara gagasan birokrasi yang manusiawi lebih terlihat persamaanya pada pasangan nomor urut 1 dan nomor urut 3. Secara umum tidak ada diferensiasi masing-masing pasangan terkait tema reformasi birokrasi," jelas Badrun.
Di kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, melihat Basuki T. Purnama atau Ahok, terlihat unggul dan menguasai panggung debat dibandingkan pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi. Sementara Anies Sandi yang lebih banyak menyerang membuat publik menjadi kurang simpati.
"Agus dan Anies masih dilihat mencontek dan sedikit memoles-moles apa yang sudah dilakukan incumbent," kata Pangi.
Dia pun menuturkan, dalam debat kedua, saling sindir juga terjadi, baik Ahok, Agus, maupun Anies. Meski demikian, akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu, melihat masih ada serangan sama seperti debat pertama.
"Polanya penyerangan masih seperti debat pertama, bertumpu pada dua kutup (bipolar), Agus- Sylvi dan Anies-Sandi menyerang Ahok-Djarot. Namun semakin Ahok diserang semakin membahayakan pertahanan lawan," tukas Pangi.