Liputan6.com, Jakarta - Pemungutan suara di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi DKI Jakarta tinggal sembilan hari lagi. Namun, beberapa kendala masih harus diselesaikan penyelenggara pemilu, seperti kurangnya surat suara, hingga Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang rawan terjadi kecurangan.
Dari 2.934 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di Jakarta Barat, berdasarkan hasil pendataan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) sebanyak 253 TPS dinyatakan rawan dan bisa dengan mudah dicurangi.
Baca Juga
"Kami mengidentifikasinya dengan data pada Pilpres (pemilu presiden) dan Pileg (pemilu legislatif) lalu, TPS yang rawan itu bermasalah," ujar Ketua Panwaslu Jakarta Barat, Puadi pada Liputan6.com di Jakarta Barat, Senin (6/2/2017).
Advertisement
Dari delapan kecamatan yang ada di Jakarta Barat, Kalideres memiliki daerah rawan paling banyak dengan 44 lokasi. Sedangkan Tambora memiliki daerah rawan paling sedikit dengan 15 lokasi.
Beberapa kali para calon gubernur datang dan berkampanye di Kalideres. Dari catatan Liputan6.com, kawasan Kalideres jadi lokasi favorit ketiga pasangan calon.
Masalah kerawanan ini, ditilik dari lima aspek. Puadi menjelaskan, kelima aspek ini adalah warisan masalah dari Pilpres dan Pileg yang tak kunjung selesai di 200 lebih TPS tersebut.
"Ada lima aspek yang kami nilai, pertama akurasi data pemilih," jelas Puadi.
Menurut dia, data pemilih di 253 TPS itu sering terjadi kesalahan, mulai dari tak terdatanya pemilih yang tinggal di lokasi, adanya data pemilih yang ganda, dan kesalahan lainnya soal data pemilih. Tak tertutup kemungkinan ini celah kecurangan dalam pemungutan suara.
"Kedua, berkaitan tentang ketersediaan logistik," terang Puadi.
Logistik yang telat, rusak, dan kurang jumlahnya di TPS ini sering telat dilaporkan. Hal senada juga disampaikan Ketua Kelompok Kerja KPUD Jakbar Cucum Sumardi.
Kata Cucum, setelah menyortir surat suara, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Jakarta Barat mendapati kekurangan surat suara, jumlah itu termasuk surat suara yang rusak.
"Kita kekurangan 8.654 surat suara, kebutuhan kita di Jakarta Barat, sesuai dengan DPT berjumlah 1.694.785 surat suara. Untuk yang rusak ada 6.105 surat suara," kata Cucum.
Cucum mengatakan pihak KPUD Jakbar langsung memberitahukan kekurangan dan kerusakan surat suara kepada KPU DKI Jakarta pada Selasa, 31 Januari 2017. Namun, surat suara Pilkada DKI Jakarta pengganti belum dikirim hingga hari ini.
Keterlambatan penggantian surat suara ini membuat satu kelurahan terancam tak bisa memilih. "Kelurahan Cengkareng Timur belum kita kirim karena kekurangan surat suara," kata Cucum.
Selanjutnya, terang Puadi, aspek ketiga adalah aspek politik uang. "Yang ketiga, politik uang, basis dukungan parpol di TPS-TPS itu bermasalah dengan money politik," jelas Puadi.
Dari data yang dimiliki Panwaslu, rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di kawasan yang TPS rawan itu rendah dan pekerjaan mereka serabutan. "Keadaan ini terjadi dua kali, saat pilpres dan pileg," kata dia.
Di aspek ke empat, Puadi menyebutkan ada masalah pada pemegang jabatan dan fungsi-fungsi pemerintahan.
"Keempat, aspek penyelenggara negara. Ini bisa jadi KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) bermasalah, atau bisa jadi PNS yang tidak netral," ujar Puadi.
Sementara, aspek kelima yaitu aspek kepatuhan dan ketaatan dalam penghitungan.
Minimnya Pengawas TPS
Minimnya Pengawas TPS
Untuk antisipasi kerawanan itu, Panwaslu Jakbar hanya memiliki 2.934 Pengawas TPS. Artinya satu TPS akan diawasi satu pengawas TPS saja.
Meski begitu, dengan jumlah pengawas TPS yang minim. Panwas Jakarta Barat menginstruksikan pengawas TPS di daerah rawan itu untuk memaksimalkan kemampuan mereka dengan menggunakan bantuan teknologi.
"Seluruh pengawas TPS melakukan pengawasan manual, dengan melihat langsung, dan berbasis IT, hanya dengan berbekal HP android dan akun gmail untuk upload ke Google Drive," kata Puadi.
Pengawas merekam proses pemilihan sampai penghitungan. Selain itu, mereka merekam apabila ada kesalahan dan hal yang mencurigakan.
"Untuk antisipasi sengketa. Jadi kalau ada sengketa penghitungan, kan ada datanya, ada videonya, jadi ketahuan siapa yang bermasalah," lanjut dia.
Puadi mengatakan, pengawasan secara IT dilakukan se-DKI Jakarta. DKI Jakarta menjadi daerah percontohan Nasional.
"Ini program Bawaslu RI, tapi Jakarta jadi projek percontohan. Memang, ada beberapa daerah diluar DKI, saya tidak tahu. Tapi, DKI jadi projek percontohan," katanya.
Advertisement
Ribuan Peraga Kampanye Ditertibkan
Ribuan Atribut Kampanye Ditertibkan
Sejak masa kampanye berlangsung, sudah 1.348 alat peraga kampanye diturunkan. Panwaslu Kota Jakarta Barat melakukan pengawasan kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017, selama tiga bulan dari bulan November 2016 sampai Januari 2017.
"Selama tiga bulan, kami menurunkan alat peraga kampanye sebanyak 1.348. Bentuk alat peraga berbagai macam, mulai dari baliho, umbul-umbul, spanduk, bendera, stiker, banner, dan pamflet," jelas Ketua Panwaslu Jakarta Barat, Puadi.
Data Panwaslu Jakbar menunjukan, atribut paling banyak diturunkan di daerah Palmerah dengan total 397 atribut. Sedangkan, paling sedikit ada di wilayah Tambora dengan 10 atribut.
"Semuanya kita tertibkan karena dipasang di tempat yang tidak sesuai peraturan. Contohnya dipasang di tiang listrik, di pohon, atau jalan protokol, dan lainnya," ujar Puadi.
Antribut yang diturunkan, merupakan atribut dari semua pasangan calon. Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno paling banyak ditertibkan.
"Pasangan Agus-Sylvi sebanyak 363 buah. Pasangan Ahok-Djarot dengan 126 buah. Pasangan Anies-Sandi dengan 859 buah," kata Puadi.
Selain spanduk kampanye pasangan calon, ditertibkan juga spanduk yang provokatif. Sebanyak 58 spanduk provokatif ditertibkan di berbagai tempat di Jakarta Barat.
"Spanduk tersebut berisi ujaran kebencian kepada salah satu calon atau berbau SARA. Paling banyak di Kecamatan Grogol Petamburan dengan 14 spanduk," kata Puadi.
Penertiban dilakukan dengan menggandeng Satpol PP. Satpol PP menurunkan alat peraga kampanye setelah mendapat rekomendasi dan pendampingan dari Panwaslu Kota Jakarta Barat.
"Kita rekomendasi ke Satpol PP untuk penurunannya, makanya mereka turunkan," tandas Puadi.