Sukses

Begini Analisis Pakar Melihat Gestur Paslon pada Debat Cagub DKI

Dalam debat cagub DKI putaran ketiga, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menutup closing session padahal dia bukanlah orator yang baik.

Liputan6.com, Jakarta - Debat cagub DKI putaran ketiga berlangsung panas pada Jumat, 10 Februari kemarin di hotel Bidakara, Jakarta. Sama seperti debat cagub DKI putaran pertama dan kedua, saling serang antar pasangan calon (paslon) tidak terhindarkan.

Namun, pada debat cagub DKI putaran ketiga ini adalah masing-masing pasangan calon menyertakan data yang dimiliki kala menyerang lawannya. Satu yang menjadi faktor pembeda dari debat cagub DKI sebelumnya adalah pada pernyataan penutup dari masing-masing paslon.

Dilansir dari Antara, pakar bahasa tubuh Monica Kumalasari menganalisis pernyataan penutup atau closing statement paslon nomor urut 1, 2 dan 3. Berikut analisisnya:

1. Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni
Pernyataan AHY diawali dengan melakukan manipulative gestur yang tidak perlu seperti memperbaiki posisi outfit. AHY membuka dengan menyampaikan kegagalan petahana yang telah disampaikannya dalam segmen-segmen sebelumnya.

Hanya saja, AHY menyentuh ke hal yang bukan merupakan keahliannya yaitu tentang perbaikan karakter yang dia sebut sangat sulit dan hal ini diulangi hingga beberapa kali. Tak hanya paslon 2, namun paslon 3 juga tidak luput dari serangannya.

2. Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat
Gambar kondisi Kalijodo yang dipertunjukkan sesungguhnya sudah merebut simpati, namun kata-kata selanjutnya justru membuat paslon ini seperti menegaskan apa yang disampaikan oleh paslon 1.

Dalam debat cagub DKI putaran ketiga ini, Basuki Tjahaja Purnama menutup closing session padahal dia bukanlah seorang orator yang baik. Basuki lebih tepat menjadi pekerja dan realisator sedangkan Djarot sangat baik dalam urusan keprotokoleran.
 
3. Anies Baswedan-Sandiaga Uno
Anis membuka dengan pernyataan yang lugas dengan penegasan melalui kedalaman dan hentakan suara serta hand gestur bahwa rakyat Jakarta menginginkan pemimpin baru. Pasangan calon ini memperhatikan pemilihan kata tanpa menyinggung paslon lainnya.
 
Monica menilai ketiga pasangan calon sangat yakin akan menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Dia menyebut ada satu teori komunikasi yang mengatakan kata-kata hanya berpengaruh 7 persen, 38 persen berasal suara dan 55 persen dari bahasa tubuhnya.
 
Di sisi lain, Monica menilai pasangan calon nomor urut satu nampak grogi dan tidak siap. "Banyak terlihat kebocoran dari bahasa tubuh," kata Monica.

Sementara pasangan calon nomor dua merasa telah memiliki pengalaman namun pemilihan kata-kata dari cagub nomor urut 2 kurang santun.
 
Pasangan calon nomor urut tiga cenderung bermain dalam konsep yang normatif. Ini menguntungkan karena mereka seolah-olah piawai menerjemahkan visi dan misinya.

Namun demikian, dalam debat cagub DKI putaran ketiga ini, banyak kebocoran (hal yang seharusnya ditahan namun tak bisa tertahankan) terjadi dalam hal penguasaan emosi yang ditunjukkan oleh cagub.