Sukses

Nihil Unsur Pidana, Penyebar Kampanye Hitam di Jakbar Bebas

Hasil pemeriksaan, Edo terlibat penyebaran kampanye hitam karena dijanjikan uang Rp 10 juta oleh pemesan yang dikenal melalui medsos.

Liputan6.com, Jakarta Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jakarta Barat menemukan dua boks truk kontainer brosur kampanye hitam (black campaign) di kawasan Kebon Jeruk. Sebuah kontrakan menjadi tempat persinggahan brosur kampanye hitam itu. Pemiliknya diperiksa oleh Panwaslu selama 24 jam lebih.

Hasil pemeriksaan dari Gakumdu, Jaksa, dan Panwaslu, tak ditemukan unsur pidana pemilu. Karena itu, kata Ketua Panwaslu Jakarta Barat Puadi, pelaku penyebar kampanye hitam itu sudah dilepaskan kembali.

Pelaku bernama Novi alias Edo, tak bisa dijerat pasal apapun. Tak ada yang memenuhi syarat. Puadi menyebut, keputusan tersebut bukan keputusan panwaslu saja. Namun, telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait.

"Tadi siang sudah kita kembalikan pelaku ke kontrakannya, ada empat agenda rapat soal ini sejak pagi tadi, hasilnya kami tak temukan unsur pidana pemilu," ujar Puadi pada Liputan6.com, Selasa 14 Februari 2017.

Edo, Pria 45 tahun itu diketahui sebagai pemain lama. Sebelumnya, Edo pernah tertangkap warga di Jakarta Timur dalam kasus yang sama. Puadi menyatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Panwaslu Jakarta Timur.

"Hasilnya sama, pelaku bahkan tak mengerti apa yang disebarkannya, kami juga tak menemukan unsur provokasi di brosur itu, meski ada beberapa kata yang tendensius," jelas Puadi.

Edo diduga akan menyebarkan kampanye hitam yang bakal menjatuhkan salah satu pasangan calon di Pilkada DKI Jakarta. Edo ditangkap di kontrakannya Jalan Angkasa, Kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Dalam laporan ini, selain Edo, seorang pria lain yang diketahui pemilik kontrakan Edo bernama Sanusi, juga diperiksa. Hasilnya sama, tak ditemukan unsur pidana pemilu.

Pesanan dari Orang Tak Dikenal

Berdasarkan keterangan yang dikorek Panwaslu dari Edo, kasus ini berawal saat Edo mendapatkan pesanan dari tiga orang tak dikenal, mereka semua mengaku bernama Markus, Brahma, dan Doni.

Sayangnya, tak satupun dari tiga orang tersebut yang berhasil dilacak Panwaslu. Edo sebagai penyedia jasa penyebar brosur, tak dapat menunjukkan orang yang dimaksud.

"Kita sudah hubungi nomor, identitas dan alamat yang dimaksud pelaku, tapi gak ditemukan yang bersangkutan (tiga pemesan jasa Edo)," terang Puadi.

Hasil pemeriksaan, kata Puadi, Edo terlibat penyebaran kampanye hitam karena dijanjikan uang Rp 10 juta oleh pemesan yang dikenalnya melalui media sosial. Rencananya, uang itu akan diberikan setelah Edo selesai menyebarkan brosur kampanye hitam itu hingga beberapa jam sebelum pencoblosan.

"Pembayaran yang dijanjikan juga secara cash, jadi kita kesusahan mengungkapnya," terang Puadi.

Praktik penyediaan atribut kampanye itu, kata Puadi, dilakukan Edo melalui situs miliknya. Edo diketahui tidak berafiliasi ke salah satu pasangan calon. Dia hanya mengakomodasi permintaan orang yang ingin menggunakan jasanya.

Dari keterangan Puadi, terungkap Edo pernah melakukan hal serupa di kawasan Matraman, Jakarta Timur. Di sana, ia menyebarkan kampanye hitam ke permukiman warga. Oleh warga, Edo kemudian ditangkap dan diserahkan polisi.

Tertangkapnya Edo, kata Puadi tak lepas dari kasus Matraman. Sebab Panwaslu Jakarta Timur menyusuri tempat tinggal Edo di Duri Kepa, di situlah petugas kemudian menemukan 60 brosur siap edar.

Selang sehari kemudian, indikasi kecurangan yang dilakukan Edo terungkap setelah salah seorang warga bernama H. Rojali yang merupakan kader PKS, meminjamkan gerobak kepada Edo.

Saat ini pelaku sudah dibebaskan, dan brosur sudah disita oleh Panwaslu Jakarta Barat.