Liputan6.com, Jakarta - Pada acara haul mantan Presiden Soeharto di Masjid At-Tin, Jakarta Timur, Sabtu, 11 Maret 2017 malam, Wakil Gubernur petahana DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat meninggalkan acara lebih cepat. Ia mengatakan, dirinya memiliki agenda lain dan bukan karena paksaan massa yang menolaknya.
"Loh kami diundang keluarga Pak Harto, makanya kami menghormati. Saya harus tetap hadir, kenapa datang jam 18.00, saya ingin salat magrib di sana sekaligus disambung salat isya, dan habis salat isya kami pamit karena masih ada acara yang lain," ujar dia di Kemandoran, Jakarta Selatan, Minggu (12/2/2017).
Baca Juga
Namun, Djarot mengakui yang berkembang justru di luar dari apa yang terjadi. Bahkan, ia menambahkan, isu berkembang hingga dirinya dipukuli.
Advertisement
"Isunya macam-macam, saya enggak suka hoax ini, katanya saya dipukuli. Yang dipukul itu pengawal saya, kenapa dipukul? Karena dia di luar. Tapi saya sampaikan kepada pengawal supaya sabar, jangan dilawan," ujar Djarot Saiful Hidayat.
Djarot menjelaskan, pengawalnya yang dipukuli itu adalah seorang polisi. Belum lagi, saat bertugas pengawal Djarot itu membawa senjata api alis pistol.
"Saya bilang hati-hati, jangan dilawan, mereka masih belum sadar. Habis dipukul begitu kan capek dia (pengawal) untuk menghibur kita ajak makan," ungkap dia.
Djarot mengharapkan, pada Pilkada DKI 2017 putaran kedua ini agar tidak membawa isu SARA. Sebab, menurutnya, hal tersebut sangat berbahaya.
"Ingat penyembuhan konflik SARA cukup lama, yang jadi korban saudara sendiri, ingat peristiwa di Ambon, Poso. Berbeda boleh tapi jangan paksakan kehendak," imbuh dia.
Tak lupa ia meminta media ikut mengabarkan sesuatu berdasarkan fakta tanpa ditambah atau dikurangi. "Jangan ikut menyebarkan berita hoax. Ini untuk menjaga suasana jakarta supaya adem," tegas Djarot Saiful Hidayat.