Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengatakan, untuk sesaat pasangan calon nomor tiga Anies - Sandiaga diuntungkan isu intoleran yang berkembang di Pilkada DKI 2017 putaran kedua. Bahkan, menurutnya, kondisi yang meresahkan tersebut cenderung dibiarkan.
"Kalau keuntungan sesaat Anies - Sandiaga. Mereka diam. Namun, saya katakan dua-duanya (pasangan calon) tidak mendapat keuntungan, meskipun pasangan nomor tiga cenderung membiarkan, karena mendapatkan limpahan. Meskipun retorikanya berbau prokebangsaan," ucap Bonar di kantornya, Jakarta, Jumat (23/3/2017).
Namun, dia menegaskan, yang mendapatkan keuntungan lebih adalah kelompok nonparlemen. Karena itu, ia mengimbau, hal tersebut perlu dihentikan.
Advertisement
"Bagaimana caranya, dengan negara yang mempunyai satu otoritas kekuasaan harus menegakan hukum. Demi menjaga bangunan sosial ini," jelas Bonar.
Isu intoleran, ia melanjutkan, juga bisa dimainkan kelompok-kelompok resmi dengan menggunakan kelompok nonparlemen. Sebab, ia menilai, sulit mengalahkan petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang bekerja cukup baik.
"Bisa saja kalau kelompok resmi itu menggunakan mereka. Mereka sulit menang menghadapi Ahok. Kalau incumbent ini, asal bekerja saja, tingkat dukungan dia tinggi. Mereka berpikir apa yang baik? Mereka akhirnya mainkan ini dan kerja sama," beber Bonar.
Sebelumnya, Direktur Populi Center, Usep S. Ahyar menilai menilai pasangan calon (paslon) nomor tiga di Pilkada DKI 2017, yakni Anies Baswedan dan Sandiaga Uno atau Anies-Sandi, diuntungkandengan maraknya isu intoleransi dan politik identitas.
"Misalnya paslon nomo tiga, dia merasa diuntungkan dengan memakai politik identitas. Misalnya, mereka merangkul FPI (Front Pembela Islam). Walaupun dalam konteks pemikiran, saya (Anies-Sandiaga) tidak anti dengan mulitikultur, tapi jika menguntungkan, itu diambil," ucap Usep di kantor Setara Institute, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (23/3/2017).