Liputan6.com, Jakarta Waktu kampanye yang singkat membuat pasangan cagub cawagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat harus memanfaatkan waktu cuti mereka secara efektif. Oleh sebab itu, mereka berdua harus membagi tugas karena banyak warga yang harus dilayani mereka berdua.
Hal inilah yang membuat Ahok-Djarot, jarang terlihat bersama ketika melakukan kampanye pada Pilgub DKI Jakarta putaran kedua. Ahok mengaku, jika mereka berdua turun bersama dalam melakukan kampanye, dikhawatirkan mereka tidak dapat menggunakan masa cuti kampanye secara efektif dan optimal untuk mendengarkan aspirasi warga DKI Jakarta.
Jarangnya kehadiran mereka bersama dalam melakukan kampanye, termasuk saat menghadiri deklarasi dukungan dari Front Kerukunan Pemuda Bugis Makassar (FKPBM). Kala itu Djarot hadir tanpa berpasangan dengan Ahok. Dalam kesempatan itu, Djarot berujar, dirinya dan Ahok harus berbagi tugas.
Advertisement
“Kami harus bagi tugas, karena lebih banyak warga yang harus dilayani. Makanya kami jarang banget terlihat bersama-sama,” ujar Djarot.
Pada kampanye Pilgub putaran pertama, Djarot dan Ahok lebih fokus melihat persoalan mendesak yang dialami oleh warga Jakarta. Diakui Djarot, dengan melihat persoalan mendesak, mereka dengan lebih cepat mengetahui persoalan yang dialami masyarakat, maka mereka akan lebih cepat untuk menyelesaikannya.
Ahok mengungkapkan, cara blusukan yang dilakukannya selama ini masih merupakan cara yang paling efektif untuk mengetahui permasalahan dan mendengar keluhan warga Jakarta. Meski banyak aksi penolakan, dirinya bakal tetap melanjutkan blusukan di Jakarta.
"Kampanye paling efektif saya kira ya memang blusukan. Datang, dengarkan. Sayakan petahana. Kita waktu bukan petahana aja blusukan untuk mengumpulkan data. Ini kan langsung melihat. Selama ini saya hanya lihat digambar kan. Kita sudah punya titik-titik yang mana punya laporan paling banyak masalah," kata Ahok.
Blusukan yang dilakukannya bersama dengan Djarot Saiful Hidayat dengan cara terpisah, diungkapkan Ahok, bukan hanya sekadar kampanye. Mereka juga mengevaluasi kinerja dinas-dinas Pemprov DKI.
“Saya juga bisa liat dari kerjaan SKPD-SKPD dulu yang sering sekali dapat pengaduan belum ditanganin. Nah mungkin saya datang, kalau satu SKPD kan dia melihatnya tidak secara holistik. Kalau saya datang kan secara holistik. Jadi bisa ngerti nih, oh mungkin ada SKPD lain mana yang membuat dia agak kesulitan. Makanya mesti kita turun ke lapangan,” ungkapnya.
Penolakan Jadi Hambatan Saat Blusukan
Aksi blusukan yang dilakukan Ahok dan Djarot bukan tanpa hambatan, tak jarang ketika mereka menemui warga di tempat terpisah untuk mendengarkan keluh kesah dan persoalan warga, mereka beberapa kali mendapat penolakan.
Menanggapi banyaknya aksi penolakan sekelompok orang kala dirinya dan Djarot melakukan blusukan, Ahok menyatakan dirinya sama sekali tidak merasa khawatir. Sebab, kata Ahok, mereka yang menolak kehadirannya dan Djarot saat blusukan, disinyalir bukanlah warga setempat. Ahok justru ingin melihat langsung pendemo tersebut untuk memastikan apakah mereka warga setempat atau bukan.
"Kita mau lihat misalnya ada yang mau protes, yang protes kita mau tanyain orang asli apa bukan," ucap Ahok.
Djarot meminta semua pendukungnya tetap sabar meski harus mendengar diejek kafir dan didoakan masuk neraka. Ia meminta kepada para pendukungnya untuk tidak membalas kejahatan yang telah dilakukan mereka. Karena pendukung Basuki-Djarot (Badja) adalah pendukung yang santun, berani, dan tidak pemarah.
“Saya minta kalian bersabar. Dikata-katain kafir, saya juga terima. Dikatain munafik masuk neraka, enggak apa-apa, waduh kok mendahului Tuhan? Sombong Banget. Masa begitu? Jangan dibalas. Doain mereka. Pendukung Badja tidak boleh marah-marah, biarkan saja. Sabar, saya sering digituin. Sabar bukan berarti takut, malah berani, takut berarti pemarah. Pemarah itulah yang takut. Jadi jangan marah-marah ya, yang sabat. Saya minta betul, jaga kesejukan ini,” paparnya.
(*)