Liputan6.com, Jakarta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merilis kasus penggusuran hunian yang meningkat di tahun 2016 lalu. Dari hasil yang dirilis tersebut, diketahui angka penggusuran di DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tinggi.
LBH Jakarta merilis kasus penggusuran terhadap hunian keluarga dan unit usaha di Jakarta mengalami peningkatan. Pada 2015 sebanyak 113 kasus dan pada 2016 menjadi 193 kasus. Hal tersebut disampaikan dalam laporan tahunan berjudul "Seperti Puing: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2016".
Menurut pengacara publik LBH Jakarta, Alldo Fellix Jamuardy, penelitian tersebut berasal dari berita media massa dan berita Pemprov DKI yang dikumpulkan sepanjang tahun 2016 yang mencapai sekitar 300 link, laporan warga yang datang ke LBH Jakarta, dan bertanya ke warga terdampak.
Advertisement
“Penjelasannya misalnya lebih rajin media memberitakan, beritanya jadi banyak, pembangunan juga banyak yang harus dieksekusi,” kata Alldo, di kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat.
Menanggapi hal tersebut, cagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan dirinya harus melakukan penggusuran demi menyelamatkan jutaan orang Jakarta agar tidak selalu menjadi korban banjir.
“Kita mindahkan belasan ribu orang, agar jutaan orang Jakarta menikmati hidup gak ngerasin banjir," ujar Ahok di Markas Slank, Jalan Potlot, Jakarta Selatan.
Menurut Ahok, keputusannya untuk melakukan penggusuran sudah menghasilkan hasil saat ini. Walaupun, dia mengakui hal tersebut belum bisa menghilangkan banjir dan genangan di Jakarta secara keseluruhan. Ahok juga menjelaskan, bahwa tidak cara lain memindahkan warga yang tinggal di aliran sungai agar mereka terhindar dari banjir.
“Sekarang begini, minimal itu (penggusuran) juga membuktikan salah satu cara menurunkan lokasi banjir. Sebelum kita lakukan pemindahan besar-besaran, itu 22.00 lokasi banjir di tahun 2013. Setelah ada pemindahan besar-besaran, Itu di (rusun) Marunda saja itu kita pindahkan 2 ribu keluarga. Jiwanya sekitar 10 ribu. Kita ada 26 blok, kita sudah bangun rusun begitu banyak, ini saja masih terlambat,” kata Ahok.
Hasilnya, kata Ahok, dia mengklaim bahwa mayoritas warga Jakarta kini mengakui adanya pengurangan jumlah titik banjir dan genangan. Bilapun ada banjir dan genangan, lanjut Ahok, kejadian tersebut akan cepat surut dalam hitungan jam.
“Hasilnya apa, semua orang Jakarta kalau mereka ngomong nurani, mengakui kok titik banjir di bawah 80 lokasi saja. Tapi kalau dulu, rumah orang bisa 2 meter (tergenangnya), berminggu-minggu. Sekarang, bahkan kadang nggak sampai 70 lokasi loh. Yang saya maksud itu, hujan masih ada genangan tapi surutnya cepat, hitungan jam,” papar Ahok.
Salah satu wilayah yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Ahok adalah di Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Ahok mengatakan, banjir di wilayah tersebut masih kerap terjadi karena adanya masalah pada pembebasan lahan yang belum dapat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Kalau sudah dibebaskan, wilayah sana akan bebas banjir. Jadi ya saya kira kita mesti pilih mana manfaat mana mudarat lebih banyak. Orang kalau tinggal dalam sungai, penyakit juga banyak, kesehatan nggak baik,” ujar Ahok.
(*)