Sukses

Waspada Kampanye SARA di Pilkada Jateng 2018

Alih-alih menonjolkan kualitas calon pemimpin, isu SARA Pilkada justru hanya sekadar menakar calon pemimpin berdasar hak-hak hakiki

Liputan6.com, Banyumas - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Banyumas menilai isu sektarian atau SARA dalam kampanye pesta demokrasi menguat pascapemilihan presiden (Pilpres) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2017.

Kecenderungan menggunakan isu SARA sebagai bahan kampanye itu berbahaya untuk pesta demokrasi yang damai dan berkualitas. Alih-alih menonjolkan kualitas calon pemimpin, isu sektarian justru hanya sekedar menakar calon pemimpin berdasar hak-hak hakiki yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Ketua FKUB Kabupaten Banyumas, Muhammad Roqib mengungkapkan, bahkan di beberapa daerah, orang-orang yang sebenarnya populer, berpotensi, dan berbakat menjadi pemimpin terpaksa mengubur cita-citanya.

Pasalnya, pengalaman pasca-Pilpres dan Pilkada Jakarta membuat para calon minoritas jadi minder. Mereka khawatir, perbedaan itu akan dijadikan bahan kampanye hitam.

"Saya kira, orang-orang ini benar-benar besar hatinya," ucap Roqib, Minggu malam, 21 Januari 2018.

Di Pilkada Jateng dan dan Banyumas, isu SARA dinilai tak bakal menjadi bahan utama. Pasalnya, keduanya diikuti oleh pasangan dengan agama mayoritas.

Akan tetapi, bukan berarti isu SARA tak akan digunakan dalam kampanye. masih ada celah bagi golongan-golongan tertentu untuk menggunakan perbedaan golongan sebagai bahan kampanye.

Sebab itu, ia pun meminta seluruh pasangan calon, partai maupun tim sukses dan pendukungnya menggunakan embel-embel suku, ras, agama dan antar golongan atau isu SARA.

2 dari 3 halaman

Kampanye Damai dan Pemilu Berkualitas

Kampanye bernuansa SARA bakal memperuncing suasana pesta demokrasi yang mestinya menjadi ajang memilih pemimpin berkualitas. Embel-embel SARA dinilai bakal menutup kualitas masing-masing calon yang diajukan.

"Pilkada Banyumas diharapkan damai dan berkualitas. Tidak lagi mengangkat isu-isu sektarian, kaitannya dengan kesukuan, pribumi dan non-pribumi, atau kaitannya muslim dan non-muslim, dan sebagainya," dia menerangkan.

Pengasuh Pesantren Annajah Purwokerto ini menyarankan agar pasangan calon lebih fokus pada bagaimana menunjukkan kualitasnya di depan masyarakat dengan berbagai indikator kepemimpinan yang ideal.

Dengan demikian, masyarakat dapat memilih pemimpin seperti yang diimpikan tanpa dibumbui dengan kampanye rasial. Pasalnya, kampanye sektarian atau menonjolkan sebuah kelompok maupun agama tertentu berpotensi membuat Pilkada memanas.

"Fokusnya pada kualitas seorang calon pemimpin yang bisa dilihat dari indikator-indikator kepemimpinan yang bisa dipahami semua orang. Misalnya tentang adil amanah, dan punya keberpihakan terhadap yang lemah," jelasnya.

3 dari 3 halaman

Pilkada, Saatnya Mencari Pemimpin Waras

Budayawan asal Banyumas, Ahmad Tohari meminta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bisa meningkatkan kualitas Pemilu, termasuk Pilkada Serentak 2018 ini. Hanya dengan Pemilu berkualitas, masyarakat bakal memperoleh pemimpin yang waras.

Tohari menjelaskan, pemimpin pintar mudah didapat. Namun, pemimpin yang tak melakukan tindakan korupsi, manupulasi, dan perbuatan tercela lainnya jumlahnya terbatas dan harus lahir melalui pesta demokrasi yangg sehat.

“Indikator pemimpin yang waras, selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan segelintir orang, maupun kelompok tertentu,” ujar penulis novel legendaris, Ronggeng Dukuh Paruk ini.

KPU sebagai pelaksana Pemilu tak bisa sendirian untuk menciptakan Pemilu berkualitas. Sebab itu, ia pun mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam Pilkada bermartabat.

Salah satu caranya yakni dengan menolak segala bentuk money polics. Pasalnya, money politic diyakini berkorelasi dengan tindakan koruptif di pemimpin di kemudian hari.

“Karena harus mengembalikan modal, yang telah dikeluarkan. Masih perlu ditingkatkan. Isu mahar politik juga harus clear,” dia menerangkan.