Sukses

KPK Kembali Ungkit Kasus Suap Pilkada Palembang 2013

Penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memeriksa pejabat daerah di Palembang guna mengusut kasus suap Pilkada Palembang 2013 lalu.

Liputan6.com, Palembang - Jelang Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Palembang 2018, diwarnai dengan kehebohan hadirnya anggota Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) di Palembang. Lembaga resmi negara ini datang ke Palembang untuk mengusut kembali kasus suap Pilkada Palembang di tahun 2013.

Sengketa suap tersebut membuat Wali Kota (Wako) Palembang (alm) Romi Herton dan istrinya, Masyito harus mendekam di balik penjara.

Beberapa orang penyidik dari KPK melakukan pemeriksaan kasus suap Pilkada Palembang 2013, terhadap pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palembang.

Pemeriksaan dilakukan pada Rabu (24/1/2018) pagi di Markas Kepolisian Resort (Mapolres) Kota Palembang, di kawasan Jakabaring Palembang.

Beberapa pejabat daerah yang diperiksa KPK yaitu Ucok Hidayat, Kepala Dinas PU Bina Marga Palembang.

Manager Sriwijaya Football Club (SFC) ini diminta informasi terkait kasus suap Pilkada Palembang, saat menjabat menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Palembang di tahun 2013.

Pejabat lainnya yaitu Raymon Lauri. Sekretaris Dinas Pariwisata Kota Palembang ini dimintai keterangan saat dirinya menjadi Kepala Bagian (Kabag) Umum Pemkot Palembang tahun 2013.

Lalu ada Eftiyani, yang saat kasus suap Pilkada Palembang 2013 terbongkar, dirinya menjabat sebagai Ketua KPU Kota Palembang.

 

2 dari 4 halaman

Anak Buah Romi Herton

Dari pantauan Liputan6.com, KPK datang sekitar pukul 11.30 WIB di Mapolresta Palembang bersama ketiga pejabat tersebut. Para penyidik KPK terlihat membawa beberapa koper berukuran besar berwarna abu-abu.

Saat ditanyai tentang kehadirannya di Mapolresta Palembang, tak ada satu pun penyidik KPK yang mau buka suara.

Usai diperiksa, Ucok Hidayat membenarkan jika KPK mengorek informasi terkait kasus suap Pilkada Palembang 2013.

Kasus tersebut mencuat saat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap.

Namun pertanyaan yang diberikan KPK hanya menjurus tentang keterlibatan Muchtar Effendi, sosok dibalik sengketa Pilkada Palembang di MK pada 2013 lalu.

“Saya disini hanya sebagai saksi saja. Waktu kasus suap Pilkada Palembang itu terbongkar, saya memang masih menjabat sebagai Sekda Palembang,” katanya kepada Liputan6.com.

Dirinya ini mendapatkan panggilan pemeriksaan dari KPK, melalui surat resmi sekitar satu minggu lalu. 

Selama diperiksa penyidik KPK, mantan anak buah (alm) Romi Herton ini, mengaku hanya dicecar beberapa pertanyaan singkat terkait Muchtar Effendi.

3 dari 4 halaman

Bungkam Suara

“Karena saya tidak tahu dan tidak kenal dengan Muchtar Effendi. Makanya (pertanyaan penyidik KPK) tidak diteruskan, hanya lima pertanyaan saja tadi,” ujarnya.

Ucok Hidayat diperiksa di ruang Pidana dan Korupsi (Pitkor) Mapolresta Palembang sekitar pukul 12.30 WIB.

Sekitar pukul 15.00 WIB, Ucok Hidayat selesai diperiksa dan dari Mapolresta Palembang.

Saat keluar dari ruangan Pitkor Mapolresta Palembang, Raymond Lauri tak banyak bersuara. Dirinya tidak mengatakan kapan mendapat surat panggilan dari penyidik KPK.

Raymond juga enggan membeberkan apa saja pertanyaan dari KPK saat diperiksa di ruang Pitkor Mapolresta Palembang.

“Saya dipanggil lewat surat. Tanya saja dengan yang berwenang. Saya hanya memenuhi panggilan penyidik KPK saja,” ujarnya.

Kabag Humas Pemkot Palembang, Amiruddin Sandi mengatakan, dirinya sudah mendengar adanya panggilan penyidikan yang ditujukan kepad pejabat Pemkot Palembang.

“Sudah dengar (pemanggilannya), tapi saya tidak tahu apa kasusnya. Saya sedang diluar kota sekarang,” ungkapnya.

 

4 dari 4 halaman

Pemeriksaan Selesai

Menurut Kapolresta Palembang Kombes Pol Wahyu Bintono Hari Bawono, keterlibatan pihaknya dalam kasus yang diusut penyidik KPK sejauh ini hanya sebagai penyedia tempat saja.

Selama memeriksa tiga saksi tersebut, KPK hanya menambah data dari kasus yang sedang diusut.

“Ini hal yang biasa, pemeriksaan saksi disini. Kita tidak terlibat, pemeriksaannya sudah selesai satu hari ini saja,” katanya.

Kasus penangkapan Muchtar Effendi sendiri terjadi pada bulan Maret 2017 lalu. Muchtar Effendi terbukti mengurus sengeta Pilkada di Kabupaten Empat Lawang dan Palembang.

Tersangka kasus suap ini disebut-sebut sebagai orang dekat hakim MK yang mengurus kasus suap tersebut.

Muchtar Effendi terbukti melanggar pasal 12 huruf Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU tersebut sudah direvisi menjadi UU 21 Tahun 2001 Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo pasal 65 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tersangka dijerat dengan kurungan penjara 5 tahun dan denda Rp200 juta.