Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bidang Politik Dalam Negeri, Priyo Budi Santoso mendukung muncul poros ketiga dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 mendatang. Nama-nama capres yang saat ini muncul hanya Joko Widodo atau Jokowi dan Prabowo Subianto yang kemungkinan kembali bertarung pada Pilpres 2019.
"Feeling saya ini kalau untuk kepentingan demokrasi kita bersama itu bagus kalau muncul poros ketiga," ujar Priyo di Gedung ICMI, Jakarta Pusat, Rabu (7/3/2018).
Sebab menurutnya, kalau hanya ada dua poros dalam Pilpres 2019 mendatang, terjadi pengulangan kerasnya suksesi di 2014.
Advertisement
"Jadi kalau head to head antara Jokowi Prabowo dengan pasangan masing-masing, ini akan terjadi pertarungan kaya kemarin (Pilpres 2014)," ucapnya.
Dari kacamata demokrasi, mengulang hal tersebut tidak masalah. Namun, Priyo menganggap akan sangat bagus jika dimunculkan poros ketiga.
"Tapi kalau ada poros ketiga ini bagus, karena nanti bisa dua putaran atau satu putaran bisa juga. Tapi bisa terjadi dua putaran," jelas Priyo yang juga merupaka politikus Partai Golkar ini.
Peluang Calon Tunggal
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, terbuka ruang munculnya calon presiden dan calon wakil presiden tunggal dalam Pilpres 2019. Salah satunya karena tingginyapresidential threshold.
Menurut Arief, jika hal tersebut terjadi kontestasi akan tetap berjalan. Dalam undang-undang sudah memiliki aturan yang mengaturnya.
"Ya undang-undang begitu, KPU akan jalankan. Kalau memang terjadi, akan jalan terus sampai dengan pelaksanaan Pemilu selesai," ucap Arief, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (6/3/2018).
Namun Arief tidak ingin berspekulasi apakah nantinya pilpres akan berjalan dengan satu pasangan calon atau lebih seperti biasa. Menurutnya, semua itu dapat terjadi karena undang-undang telah membuka kesempatan itu.
"Jadi yang harus dicatat bukan karena KPU-nya. Itu karena undang-undang itu bisa terjadi, punya kemungkinan terjadi, UU memungkinkan," ujar Arief.
Begitu juga terkait calon tunggal di pilkada serentak 2018. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, KPU memperbolehkan adanya calon tunggal tersebut, yang nantinya akan melawan kotak kosong. Bahkan ia menyebutkan, pasangan calon tunggal tidak baru-baru ini saja terjadi.
"Itu sejak 2015 sudah ada paslon tunggal, kok," katanya.
Arief menjelaskan, kotak kosong nantinya memiliki nilai yang sama dengan kotak yang berisi nama pasangan calon. Jadi, jika pemilih menyoblos gambar paslon, satu kali coblos dinilai satu suara. Begitu juga jika pemilih menyoblos kolom kosong, satu kali coblos pun dihitung satu suara.
"Pertama bahwa dua kolom itu punya nilai yang sama. Jadi silakan masyarakat menggunakan hak pilihnya sesuai yang diyakini," ucapnya.
Advertisement