Liputan6.com, Purwakarta - Calon Wakil Gubernur Jawa Barat nomor urut empat Dedi Mulyadi tidak menampik, untuk bertarung di Pilgub Jabar membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akan tetapi, untuk menjadi populer di Jawa Barat tidak membutuhkan biaya puluhan apalagi ratusan miliar.
"Kata siapa butuh biaya puluhan atau ratusan miliar? Saya kira begini, komunikasi langsung dengan warga, itu jauh lebih efektif. Paling hanya butuh buat bensin dan makan beberapa kawan yang ikut. Itu tidak terlalu besar," kata Dedi Mulyadi di Purwakarta, Jumat (9/3/2018).
Bupati Purwakarta dua periode ini mengatakan, melalui komunikasi dan sentuhan langsung dengan masyarakat yang ia lakukan selama ini, mampu menciptakan simpul relawan dengan sendirinya.
Advertisement
Kini, dia tidak perlu menawar-nawarkan diri untuk berkunjung ke daerah karena justru masyarakat di daerah yang ingin dikunjungi.
"Ya, berjalan saja, alamiah, saya lebih banyak menggunakan waktu untuk memenuhi undangan warga," ucap Dedi Mulyadi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Â
Â
Saingan Terberat
Dedi Mulyadi mengaku memiliki lawan terberat di Pilgub Jawa Barat 2018. Lawannya tersebut tidak berasal dari pasangan calon lain dalam perhelatan demokrasi lima tahunan itu.
Pria yang lekat dengan iket Sunda jenis makutawangsa itu mengatakan lawan terberatnya adalah dirinya sendiri.
"Lawan terberat kita bukan pasangan nomor satu, dua atau tiga di Pilgub Jabar. Lawan terberat saya adalah diri kita sendiri. Artinya, visi dan program kita akan diuji oleh masyarakat sebelum diterima. Kemudian, ikhtiar dan kerja keras kita juga diuji," kata.
Menurut Dedi, latar belakangnya yang tumbuh dari lingkungan pedesaan dan keadaan ekonomi pas-pasan merupakan modal utama. Faktor tersebut menjadikan dia peka terhadap kondisi umum masyarakat kecil yang membutuhkan perhatian.
"Ya, kita mah orang kampung. Tetapi, justru karena itu ada kepekaan alamiah yang tumbuh," ungkapnya.
Selama dua periode memimpin Kabupaten Purwakarta, Dedi Mulyadi dikenal sangat memperhatikan keluhan dan kebutuhan masyarakat di kampung. Berbagai kebijakan telah diberlakukan dan tersistem. Sehingga, penerusnya di Purwakarta hanya tinggal melanjutkan.
Beberapa di antaranya yaitu, sistem layanan kesehatan berbasis online, ambulance on call 24 jam dan sistem pendidikan berkarakter. Selain itu, pembangunan infrastruktur desa, ruang publik di desa dan di kota serta akulturasi kultur Sunda dengan perkembangan teknologi.
Massifnya pembangunan di daerah yang dulu hanya dikenal sebagai 'pangliwatan' (tempat lewat) itu mampu menjadikannya bersaing. Kini, Purwakarta sejajar dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Dalam setiap minggu, tak kurang dari 20 ribu wisatawan berkunjung ke Purwakarta.
"Akhirnya, ada ikatan ideologis yang sama dengan seluruh warga Jawa Barat. misalnya, ada keinginan dipimpin orang kampung, mengerti cara mengurus pertanian dan perikanan. Mereka juga ingin memiliki pemimpin yang menggunakan dan memahami bahasa mereka," kata Dedi.
Advertisement