Sukses

Kala Dedi Mulyadi Robohkan Rumah Seorang Nenek di Bekasi

Cawagub Jawa Barat itu sempat bertanya ke Panwaslu apakah `merobohkan` rumah seorang warga termasuk pelanggaran Pilkada.

Liputan6.com, Bekasi - Ada kisah menarik kala Calon Wakil Gubernur Jawa Barat nomor urut 4, Dedi Mulyadi blusukan ke Desa Sukamanah, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Selasa 13 Maret 2018 lalu. Pria yang akrab disapa Kang Dedi itu tiba-tiba mengajak warga merobohkan rumah milik seorang nenek.

Peristiwa bermula kala pria yang lekat dengan iket Sunda berwarna putih tersebut berkumpul bersama warga setempat. Ketua RW setempat, Pipin (48) memberi tahu bahwa ada rumah milik seorang nenek bernama Mak Rieum yang hampir roboh.

Kondisi rumah milik nenek 70 tahun itu memang memprihatinkan. Rumah yang dihuni 12 anggota keluarga itu hanya berukuran 6x3 meter. Kondisi genting atau atap rumah pun miring. Ditambah, tiang penyangga rumahnya sudah lapuk dimakan rayap.

Mak Rieum mengatakan, ketiadaan biaya membuat dia dan belasan anggota keluarganya terpaksa bertahan di rumah yang kondisinya memprihatinkan itu. Sehari-hari, suami Mak Rieum tidak lagi kuat bekerja karena lanjut usia.

"Di sini ada nenek (saya), bapak, empat anak dan enam cucu. Bapak (suaminya) sudah nggak kerja begitu, sudah lanjut usia. Repotnya, kalau sudah datang banjir Pak, basah semuanya," keluh Mak Rieum.

Setiap malam mereka tidur berhimpitan di ruang tengah rumah tersebut. Memang rumah kayu itu tidak memiliki kamar tidur. "Gini aja terlentang semua di ruang tengah," kata dia.

Curhatan sang nenek menyentuh nurani Dedi Mulyadi. Dia lantas mengajak warga sekitar agar merobohkan rumah tersebut untuk diperbaiki.

Mak Rieum sendiri sempat panik saat melihat kerumunan warga yang secara spontan hadir untuk membantu. Akan tetapi setelah dijelaskan bahwa maksud kedatangan mereka adalah dalam rangka memperbaiki rumah, keharuan terlihat di wajahnya.

"Alhamdulillah, terima kasih," ucap Mak Rieum sambil menangis.

Sambil menunggu perbaikan rumahnya selesai, Mak Rieum dan keluarganya tinggal di sebuah rumah kontrakan. Biaya sewa rumah kontrakan itu berasal dari swadaya warga setempat.

 

2 dari 2 halaman

Diskusi dengan Panwaslu

Sebelum mengerahkan warga untuk memperbaiki rumah Mak Rieum, Dedi sempat berdiskusi dengan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) setempat. Dia bertanya apakah meminta warga bergotong-royong untuk memperbaiki rumah termasuk pelanggaran Pilkada atau tidak.

"Tanya nih ke Panwaslu, mengajak warga bergotong-royong termasuk pelanggaran atau tidak? Bisa kan? Kasihan kalau dibiarkan, ini rumah ditinggali 12 orang loh. Apalagi ini musim hujan," kata Dedi.

Soal biaya pembangunan rumah tersebut sama sekali tidak keluar dari kocek pribadi Bupati Purwakarta nonaktif itu. Koleganya di kampung tersebut sudah berkoordinasi untuk membantu biaya perbaikan rumah Mak Rieum.

"Tadi saya tanya ke Panwaslu, teknisnya warga bergotong-royong. Soal lainnya rekan saya udunan (patungan) sama warga sini," ucap dia.

Tentang Meikarta

Sementara itu, calon Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut mengatakan, selama ini sejumlah pakar dan pihak berkepentingan selalu memperdebatkan keberadaan Meikarta.

Padahal, ada hal yang lebih substantif untuk diperhatikan. Yakni distribusi pajak kota baru tersebut harus disalurkan untuk melakukan penataan perkampungan di Bekasi.

"Jangan terus meributkan soal Meikarta, itu sudah ada izinnya. Saat ini, kita harus memikirkan agar pajak dari Meikarta itu disalurkan untuk menata perkampungan kumuh seperti ini," ujar Dedi.

Para penghuni kota baru Meikarta, menurut Dedi adalah mayoritas pendatang. Karena itu, pajak dari para pendatang itu harus bermanfaat untuk warga setempat.

"Jangan sampai para pendatang di Meikarta hidup enak tapi warga sekitarnya tidak bisa menikmati hasil pajak dari Meikarta itu," dia menandaskan.