Liputan6.com, Cirebon - Anggota DPRD Kota Cirebon Doddy Aryanto akan menggugat Ketua Umum DPP Partai Nasdem terkait keputusan pergantian antar waktu (PAW) yang dianggap tidak melalui proses dan mekanisme partai. Surat gugatan tersebut diberikan kepada PTUN di Jakarta pada awal pekan mendatang.
Doddy menganggap keputusan PAW tersebut janggal dan cacat hukum sehingga harus diuji melalui PTUN.
Advertisement
Baca Juga
"Saya sendiri justru baru tahu ada surat PAW itu juga yang memberitahu Sekretaris Dewan kok tidak diproses dulu apa salah saya," kata Doddy Hernanto, Sabtu (24/3/2018).
Dari data yang didapat, surat PAW tersebut nomor 012 -SE/DPP- NasDem/2018 dikeluarkan di Jakarta 14 Februari 2018. Serta SK nomor 007 - SK/DPP-NasDem/II/2018 tentang PAW Doddy Aryanto sebagai anggota DPRD Kota Cirebon.
Surat usulan PAW tersebut didasari UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 193 ayat 1 huruf b junto pasal 194 ayat 1. Dia mengaku, baru menerima surat tersebut setelah dia diberitahukan oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Cirebon pada hari Selasa lalu.
"Pertimbangan PAW itu intinya saya dianggap melawan kebijakan yang partai khususnya di tingkat DPD bahkan di surat itu saya sudah mendapat peringatan sebelumnya padahal tidak sama sekali saya tidak pernah dipanggil sekalipun," ujar dia.
Keputusan Doddy menggugat ke PTUN tersebut merupakan hasil konsultasi dengan kuasa hukum. Menurut dia, surat yang dikeluarkan DPP janggal dan tidak sesuai mekanisme perundang-undangan terkait.
Dia mengatakan, kejanggalan tersebut terlihat dalam penempatan pasal yang diusulkan partai kepada dirinya. Berdasarkan undang-undang pemerintahan daerah Pasal 193 ayat 1 menyebutkan PAW dilakukan apabila anggota dewan meninggal dunia, mengundurkan diri dan diberhentikan.
"Nah DPP menempatkan poin b berbunyi mengundurkan diri padahal saya tidak pernah membuat surat tertulis maupun lisan kalau saya mengundurkan diri," ungkap Doddy bernada kecewa.
Doddy menyebutkan, kejanggalan lain yang membuatnya menempuh jalur hukum yakni dia tidak pernah menempuh alur organisasi partai yang sudah ditetapkan.
"Di pasal 194 poin huruf e parpol berhak menghentikan saya sesuai peraturan perundang-undangan, tapi harus disinkronkan dengan UU nomor 2 tahun 2011, bahwa permasalahan internal dilakukan lewat mahkamah partai untuk dinyatakan bersalah dan PAW atau tidak. Nah saya tidak pernah dipanggil sama sekali," sambung Doddy.Â
Pengadilan Negeri
Tidak hanya menggugat di PTUN Jakarta, tim kuasa hukum Doddy Aryanto juga akan menggugat ke pengadilan negeri (PN) Jakarta. Tim kuasa hukum Ifdhal Kasim Publika Law Firm, Mahmuddin mengatakan, ada mekanisme yang harus ditempuh sebelum partai mengeluarkan SK PAW maupun pemecatan.
Mahmuddin menyebutkan, sesuai dengan UU nomor 2 tahun 2011 pasal 32, parpol menyebutkan setiap perselisihan di internal partai harus dilakukan di peradilan mahkamah partai. Setelah itu, diberi waktu 60 hari untuk memberikan hak jawab dan kemudian disidangkan.
Hasil sidang tersebut kemudian diplenokan oleh DPP serta memanggil kader yang bersangkutan melalui DPD dan DPW. Pemanggilan tersebut untuk membuktikan kader tersebut dinyatakan bersalah atau tidak.
"Kalau terbukti bersalah dan harus diberhentikan ya berhentikan tapi ini semua mekanisme tidak ditempuh malah kok ini jadi mempermainkan undang-undang," ujar dia.
Mahmuddin menjelaskan, keputusn menggugat di PN karena tim kuasa hukum melihat ada perbuatan melawan hukum. Yakni menempatkan pasal 193 ayat 1 poin b bahwa Doddy dianggap sudah mengundurkan diri.
Dia mengatakan, gugatan juga tidak hanya dilayangkan kepada Suraya Paloh, Sekjen DPP Nasdem Johnny G. Plate juga akan digugat tim kuasa hukum Doddy Aryanto. Gugatan dilayangkan kepada petinggi partai lantaran surat tersebut dikeluarkan oleh pengurus pusat serta ditandatangani ketua umum dan sekjen DPP Nasdem.
"Mari kita uji di pengadilan karena klien kami juga bertanggungjawab besar atas suara sahnya di konstituen," ujar dia.
Saksikan vidio pilihan berikut ini:
Advertisement