Liputan6.com, Kupang- Tak ada yang mengira jika yang turun dari mobil hitam itu adalah Calon Wakil Gunernur NTT, Emelia Julia Nomleni atau yang kerap disapa Mama Emi. Dengan senyuman ramahnya, perempuan berpenampilan sederhana itu menyalami semua pengunjung Muca Cafe di Kelurahan Merdeka, Kota Kupang, Sabtu 24 Maret 2018.
Usai menyalami semua pengunjung, Mama Emi berjalan menemui seorang ibu yang duduk di luar cafe. Sesaat mereka berpelukan, keduanya pun terlibat diskusi. Mama Emi lantas duduk di kursi kayu di samping ibu itu.
"Sudah lama saya kenal Mama Emi. Mama Emi teman baik adik laki-laki saya saat SMP. Saat itu saya SMA dan Mama Emi dengan adik saya SMP, saya biasa ke rumahnya Mama Emi sewaktu masih sekolah," ujar Rita Lenggu (58), warga RT 12 RW 12 Kelurahan Merdeka.
Advertisement
Rita mengaku, keluarga Mama Emi dikenal baik dan sederhana di mata warga. Bapaknya yang seorang guru membuat Mama Emi mudah bergaul dengan siapa saja.
"Mama Emi kami kenal sebagai sosok yang sederhana dan baik dari kecil sampai sekarang. Saat Mama Emi mendaftarkan diri menjadi cawagub, kami sekeluarga turut hadir," kata Rita.
Usai berdiskusi dengan Ibu Rita, Mama Emi kemudian masuk ke dalam kafe. Sontak, semua pengunjung Muca Cafe yang hampir semuanya anak-anak milenial rebutan berselfie dengan Mama Emi. Mama Emi kemudian dipersilakan bernyanyi diiringi musik Sasando.
Cawagub dari paket Marianus Sae-Mama Emi (MaMa) ini mengatakan, kedatangannya ke kafe selain untuk refreshing, juga untuk menjaring aspirasi kaum muda.
"Anak-anak muda setahu saya kalau malam minggu nongkrongnya di kafe, sehingga perlu didatangi. Dengar keluhan mereka dan apa mau mereka, seperti seorang mama mendengar curahan hati anaknya," ujar Mama Emi.
Baca Juga
Menurut Mama Emi, kaum muda adalah aset daerah yang perlu dijaga dan dibimbing. Dia tidak berjanji muluk-muluk untuk kaum muda, namun berkomitmen akan selalu memprioritaskan kebutuhan kaum muda lewat program kerjanya.
Dia mencontohkan, saat ini anak-anak muda tidak terlepas dari media sosial, namun jaringan internet yang murah sulit dijangkau. Karena itu, dia berkomitmen akan memprioritaskan kebutuhan kaum muda.
"Semua potensi ada di kaum muda jika program kita tidak menyentuh kebutuhan mereka, maka banyak anak-anak kita akan terjerumus ke jalan yang salah," kata Mama Emi.
Saat berdiskusi dengan pengunjung kafe itu, sebagian kaum muda menyinggung masalah tingkat pengangguran di NTT yang didominasi kaum muda.
Dinarti (25), salah satu pengunjung kafe mengatakan, pemerintahan NTT sebelumnya hingga saat ini belum memiliki program brilian untuk mengatasi masalah pengangguran. Dia meminta Mama Emi nantinya harus punya program inovatif khususnya mengatasi masalah pengangguran.
Menjawab keluhan itu, Mama Emi menjelaskan, pengangguran terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara tenaga kerja dengan lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan yang tercipta cenderung sedikit sehingga menyebabkan banyak tenaga kerja tidak mendapat pekerjaan.
"Produktivitas suatu daerah sangat dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat, sehingga pengangguran seringkali menjadi masalah serius terhadap suatu daerah. Jika dibiarkan akan menyebabkan banyak masalah seperti kemiskinan dan masalah sosial lainnya," ujar Mama Emi.
Karena itu menurut Mama Emi, ia sudah memiliki program inovatif untuk menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi kaum muda.
"Salah satunya mengembangkan usaha sektor informal. Pastinya akan membantu masalah pengangguran," pungkas Mama Emi.
Kesederhanaan Emi Nomleni
Sekilas tidak ada yang berbeda dari rumah bercat hijau itu. Sama seperti rumah lain di pinggir Jalan Cak Doko, Kota Kupang, rumah itu seakan menyerap semua kebisingan ibukota NTT.
Satu-satunya yang membuat berbeda adalah spanduk di depannya yang bertuliskan 'Marianus Sae-Emilia Nomleni (MaMa). Ya, rumah sederhana itu adalah tempat tinggal Mama Emi, sapaan akrab Cawagub NTT tersebut.
"Ini rumah tua warisan Bapak dan Mama," kata Ivony Christina Nomleni, kakak kandung Mama Emi, di rumah yang tak jauh dari SMAN 1 Kupang, Rabu (22/3/2018).
Beberapa bagian di dinding rumah bercat hijau itu pun tampak sudah retak. Sungguh rumah yang sangat sederhana jika dibanding tempat tinggal para pejabat atau politisi lain.
"Kita bukannya tidak mau rehab. Tapi kita mau suasana rumah ini terlihat alami, seperti sewaktu masih ada Bapak dan Mama," kata Ivony.
Walau sederhana, isi rumah ini lebih ramai dari yang dibayangkan. Di rumah tak lebih dari 200 meter persegi itu, Mama Emi tinggal bersama sepuluh saudaranya. Ada juga anak-anak asuh yang tinggal bersama.
Layaknya rumah seorang politikus, ada juga tempat untuk berkumpul dan rapat. Tempat yang sekarang banyak digunakan relawan MaMa itu pun hanya disanggah oleh bambu berwarna kuning. Sementara di bagian luar rumah didirikan tenda sampai ke tempat berjualan di pinggir jalan.
Yanti (45), ibu penjual gorengan di depan rumah Mama Emi, becerita kesederahaan politisi perempuan PDI Perjuangan itu juga tampak dari kehidupannya sehari-hari. Dia mengenang, sewaktu terjadi banjir di Noelmina, Mama Emi tampil berbeda saat mengunjungi lokasi bencana.
"Karena situasi mendadak dan darurat, Mama Emi pergi mengenakan celana pendek. Sampai di sana, sebagian besar pejabat lain mengenakan pakaian yang sangat rapi," kata Yanti sambil tertawa.
Yanti yang sudah berjualan 18 tahun di depan rumah Mama Emi juga senang jika perempuan berambut putih tersebut pergi ke pasar. Sebab, dia akan membeli sesuatu ke pedagang dengan sama rata.
"Maksudnya kalau membeli lima kilogram daging, dia akan membeli di lima penjual. Masing-masing satu kilo. Biar semua rasa," kata Yanti.
"Sebagai seorang pedagang, saya merasakan betul kesenangan yang dirasakan para pedagang pasar itu," imbuhnya sambil tertawa.
Selain kesederhanaan, Mama Emi juga tidak berubah dalam memegang adat dan budaya Timor. Hal ini tampak dari buah-buah pinang yang berhamburan di dapur rumahnya.
"Dia (Mama Emi) tetap mengingat budaya dan kebiasaan kami. Lempengan buah pinang itu memberi arti kami tetap hidup dalam rumah yang selalu memegang teguh budaya dan adat istiadat kami," kata Ivony.
Sejak kecil, Mama Emi juga selalu hidup dalam keberagaman. Hal inilah yang membuat perempuan 52 tahun itu selalu mengedepankan pluralisme dan kebhinekaan dalam setiap perjuangan politiknya.
"Bapak kami dari suku Timor, Mama dari Kupang. Kami biasa mendiskusikan sesuatu dengan sikap terbuka. Kami tidak pernah memaksa sesuatu kepada yang lain untuk diikuti. Kami belajar itu dari kecil," kata Ivony.
"Jadi dari dulu, kami sudah alami indahnya keberagaman."
Meski disibukkan dengan urusan politik, Mama Emi yang sudah dua periode menjadi anggota DPRD NTT ini ternyata masih memerhatikan kebutuhan-kebutuhan detail dalam rumah. Dia juga masih suka memasak untuk saudara-saudara dan anak-anak asuhnya.
"Kalau pagi-pagi, dia biasa cek, apakah teh sudah disiapkan untuk anak-anak atau belum. Karena di rumah banyak orang, biasanya kami siapkan teh dalam ceret besar. Biar semua bisa dapat. Emi biasa cek hal-hal begitu," ujar Ivony.
"Walau sudah jadi anggota Dewan, dia tetap memasak, sebelum ke kantor. Masak juga harus dalam porsi banyak," kata Inovy sambil tertawa.
Sosok Mama Emi yang penuh terobosan dan perhatian membuat saudara-saudaranya tidak terlalu heran jika pada akhirnya Emi mencapai sebuah posisi yang baik dalam karier politiknya.
"Sekarang ini dia maju (Pilgub NTT), bagi kami biasa saja. Karena kita tahu jiwa pemimpin ada padanya dari dulu. Dia mau jadi bupati atau apa, kita tidak heran. Kalau kembali ke rumah, kita berkumpul lagi dan merasa tidak ada jarak," imbuhnya.
Advertisement