Sukses

Temui Mak Ade, Dedi Mulyadi Punya Solusi Atasi Mahalnya Tarif Listrik

Calon wakil gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengaku memiliki solusi jitu soal mahalnya tarif listrik.

Liputan6.com, Garut - Calon wakil gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memiliki solusi cerdas atas mahalnya tagihan listrik yang harus dibayar warga miskin. Solusi tersebut muncul saat mantan Bupati Purwakarta dua periode itu bertemu dengan Mak Ade (65).

Nenek tersebut merupakan warga Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Mereka bertemu di sela kunjungan Dedi Mulyadi pada Selasa, 27 Maret 2018 lalu.

Mak Ade mengeluh, penghasilan dirinya yang sehari-hari berjualan sayur tahu hanya Rp 10 ribu. Karena itu, pendapatannya tersebut tidak pernah cukup untuk membayar tagihan listrik yang mencapai Rp 80 ribu per bulan. Padahal, di rumahnya tidak terdapat alat elektronik yang memakan energi listrik besar.

"Kalau enggak nabung dari awal bulan, itu enggak akan kebayar Pak. Jadi, setiap hari menyisihkan uang untuk bayar listrik," cerita Mak Ade.

Parahnya, akibat memprioritaskan untuk membayar tagihan listrik, Mak Ade harus makan dengan menu seadanya. Ikan teri dan sayur tahu sisa jualan menjadi lauk-pauk sehari-hari.

Menanggapi keluhan tersebut, Dedi menegaskan seharusnya pemerintah harus hadir memberikan solusi. Subsidi tagihan listrik untuk warga miskin dinilai Dedi menjadi urgensi yang harus dilaksanakan.

"Saya dapat keluhan soal tarif listrik, kondisi Mak Ade termasuk warga prasejahtera. Jadi, saya gulirkan program subsidi listrik bagi warga jompo dan sebatangkara," kata Dedi Mulyadi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Basis Data Jadi Andalan Dedi

Pasangan dari calon gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar ini mengatakan, basis data akan menjadi pijakan dalam pelaksanaan program subsidi listrik tersebut. Klasifikasinya menurut Dedi, penerima subsidi tersebut harus warga miskin, jompo, dan hidup sebatangkara.

"Calon penerimanya secara detail didata dulu supaya tepat sasaran. Tujuannya, agar tidak terjadi perebutan subsidi dalam pelaksanaannya. Kalau tidak begitu, nanti warga mampu malah dapat subsidi kan bahaya," ucapnya.

Mengingat luasnya wilayah Jawa Barat, Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat ini menegaskan diferensiasi program. Daerah Garut misalnya, kata Dedi, masih membutuhkan program langsung pembangunan infrastruktur dan pembangunan rumah tidak layak huni.

Sementara, dalam kunjungannya ke Kota Bekasi beberapa waktu lalu, Dedi menemukan fenomena program tersebut tidak diperlukan. Kota Bekasi, kata dia, membutuhkan subsidi kontrakan rumah karena infrastruktur di sana sudah relatif sangat baik.

"Dalam konteks Jawa Barat ini, program tidak bisa sejenis. Saya di Garut kita perlukan pembangunan infrastruktur sementara di Kota Bekasi saya gulirkan subsidi kontrakan," pungkas Dedi.