Sukses

KPU Tegaskan Tak Ada Alasan Pilkada Kembali ke DPRD, Ini Penjelasannya

Menurut Arief Budiman, justru tidak ada lagi alasan untuk mengembalikan pilkada kepada DPRD. Pasalnya, peran KPU dan Bawaslu telah semakin diperkuat.

Liputan6.com, Jakarta - Praktik Pilkada langsung mendapatkan sorotan dari sejumlah tokoh nasional. Mereka menilai pemilihan kepala daerah sebaiknya dikembalikan kepada DPRD, lantaran pilkada langsung dianggap menuai sejumlah masalah.

Sebagai penyelenggara pemilu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman pun menepis anggapan tersebut. Menurutnya, justru tidak ada lagi alasan untuk mengembalikan pilkada kepada DPRD. Pasalnya, peran KPU dan Bawaslu telah semakin diperkuat.

"Kalau melihat tren sekarang, dari 2004-2018, rasa-rasanya semangat untuk kembali ke DPRD itu semakin mengecil dan bahkan tidak ada. Kenapa? Karena peran KPU dan Bawaslu dari hari ke hari itu semakin diperkuat," ucap Arief, di Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).

Karena itu Arief merasa bingung dengan adanya wacana yang bergulir tersebut. Lantaran, pengutan lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu itu telah diputuskan melalui DPR tanpa melalui tahapan voting. 

"Dan penguatan itu diputuskan melalui DPR tanpa voting. Kalau sudah diperkuat, lho untuk apa pemilihannya tidak dilakukan melalui proses yang diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu?" kata Arief.

Kemudian, Arief pun memberi kan penjelasannya satu persatu terkait persoalan yang menjadi pijakan sejumlah kalangan agar pemilihan pilkada dikembalikan ke tangan DPRD. 

Mengenai isu pemilu berbiaya mahal. Arief menyebutkan, undang-undang penyelenggara pemilu telah berupaya menciptakan agar peserta pemilu dalam pemilihan kepala daerah berbiaya murah.

"Apa itu? tentang metode kampanye, itu dibebankan biayanya kepada penyelenggara pemilu," sebutnya.

Selanjutnya, soal transparansi, integritas, akuntabilitas, dan kredibilitas penyelenggara pemilu. Dia menjelaskan, institusinya telah berupaya untuk membuat semua aspek menjadi lebih baik. Hal itu, kata dia, dapat dibuktikan seperti mudahnya akses publik dalam memantau anggaran pemilu.

"Kita lihat tahap awal soal perencanaan anggaran. Semua orang bisa mengakses. Jadi gak ada lagi alasan lain bahwa anggaran ini tertutup, gak ke kontrol. Enggak ada," kata Arief.

Kemudian, mengenai celah terjadinya kecurangan pada data pemilih pun telah diperketat. Arief menuturkan, saat ini seluruh data pemilih dapat dengan mudah diakses oleh semua orang lewat sistem data pemilih atau sidalih.

"Tahap berikutnya, pemutakhiran data pemilih. Dulu orang menuding melalui data pemilih kecurangan pemilih dilakukan. Sekarang mau nuduh apa? Seluruh data pemilih bisa diakses," tuturnya.

Begitu juga dalam penghitungan suara. Arief menjelaskan, KPU telah membuka akses seluas-luasnya kepada publik untuk ikut mengawal jalannya penghitungan suara sejak tahapan awal.

"KPU mempublikasikan penghitungan suara tidak hanya ditahap akhirnya. Semua orang bisa ngakses. Bukan hanya angka-angka yang dipublikasi di TPS tetapi juga berita acara yang ditandatangani," ucap dia.

 

2 dari 2 halaman

Berupaya Membuat Penyelenggara Pemilu Semakin Baik

Terkait munculnya konflik dalam pilkada serta politik uang yang masih menjadi momok, menurut Arief, tidak dapat dijadikan alasan untuk mengembalikan pemilihan melalui DPRD. 

"Konflik sebetulnya semakin hari semakin berkurang. Konflik memang ada di satu dua tempat. Tapi memang karena daerahnya keras. Masalah kultur. Bukan satu-staunya alasan yang cukup untuk mengembalikan pemilihan melalui DPRD," ujar Arief.

"Untuk money politic, sekarang partai gak percaya kepada pemilih. Jangan-jangan, saya sudah kasih uang tapi dia gak milih saya. Karena masyarakat makin pintar," lanjutnya.

Karena itu, dengan melihat jalannya penyelenggara pemilu pada sejumlah aspek yang telah semakin baik, kata dia, tak ada lagi alasan yang dapat digunakan untuk mengembalikan pemilu melalui DPRD.

"Semua berupaya membuat penyelenggaraan pemilu ini menjadi lebih baik. Jadi kalau melihat perjalanan itu rasa-rasanya tidak mungkin (kembali ke DPRD)," pungkasnya.

Penjelasan itu pun ditanggapi dengan pernyataan senada dari ketiga narasumber lainnya yang setuju agar pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat, yakni oleh Ketua Bawaslu RI Abhan, Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, dan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Jember Bayu Dwi Anggono.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: