Liputan6.com, Jakarta - Jelang Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019, perang tagar atau hastag antara pendukung calon presiden mulai berlangsung di media sosial. Ada dua hastag terkait pilpres 2019 yang cukup mendominasi di medsos, yakni #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi.
Terkait perang hastag ini, Republik Cyber Projo (RCP), dan relawan #2019GantiPresiden punya pendapat masing-masing soal fenomena perang tagar Pilpres 2019.
Presiden Republik Cyber Projo Nur Sukarno mengatakan, tagar dipakai untuk memberikan suatu pesan kepada masyarakat lewat media sosial.
Advertisement
"Pesan yang mau ditimbulkan, yaitu pesan 2019 tetap Jokowi. Ada pula pihak lain yang ingin ganti presiden," ungkap dia.
Namun, kata Nur, tagar #2019GantiPresiden sangat sentralistis, yang diketahui dibuat oleh pihak dari PKS atau Gerindra. Berbeda dengan tagar #2019TetapJokowi dan #DiaSibukKerja.
"Bagi kami tidak dikondisikan secara sentralistis. Tapi yang sebelah tidak tahu ya, saya lihat sama dan itu terus digaungkan sampai naik branding," ungkap Nur.
Dia juga menyidir terkait pesan yang terkandung di dalam tagar. "Apakah itu yang menjadi realita masyarakat?" ucap dia.
Selain itu, tagar #2019GantiPresiden juga dinilai hanya digaungkan segelintir orang. Itu pun, lanjutnya, pemilik akunnya adalah orang-orang partai.
"Spot-spot yang ada di tagar itu hanya berkisar di Kota Jakarta saja, dan orangnya itu-itu saja. Terus di spot kota-kota besar cuma satu dua tiga itu aja. Kalau terlihat, akun-akun hanya itu saja. Buzzer-nya itu saja," ujar Nur soal perang tagar jelang Pilpres 2019.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kata Relawan 2019 Ganti Presiden
Sementara relawan #2019GantiPresiden, Mustofa Nahrawarda, menyebut tagar ibarat permainan sepak bola.
"Jadi sepak bola itu ada dua klub bermain, mereka punya aturan yang sama, memiliki lapangan yang sama, mereka harus menaati peraturan yang tidak berbeda. Itulah tagar, jadi siapa pun bisa memiliki tagar," ungkap dia.
Mustofa mengatakan, tagar sangat menarik. Bisa menjadi alat ukur paling efektif dalam mengukur kekuatan kelompok. Selain itu, dapat dimanfaatkan untuk memengaruhi dan merekrut banyak orang.
"Kelompok mana yang lebih besar, mana yang lemah, mana yang kuat, mana yang berpengaruh itu dari tagar," sambung dia.
Mustofa mengklaim tagar #2019GantiPresiden lebih sukses menggema di media sosial dibandingkan tagar #JokowiTetapPresiden.
"Dalam 1 jam terakhir tagar 2019 Ganti Presiden itu ada 290 twit, sedangkan 2019 Tetap Jokowi 60 twit, ini bukan bikinan," ungkap dia.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman mengaku tidak bisa berkomentar terkait penggunaaan tagar yang digagas sebagian kalangan di media sosial. Aturannya pun tidak ada.
"Sebetulnya sampai saat ini KPU belum bisa masuk ke sana. Karena sebetulnya yang ditagarkan tentang capres. Lah capresnya kan belum ada. KPU belum bisa berpendapat," ujar dia.
"Nah kalau sekarang itu regulasi lain yang bisa mengatur, ada pelanggaran ketertiban enggaK? Keamanan tidak? Itu kan UU yang lain, bukan UU Pemilu," Arief menandaskan.
Advertisement