Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya mengungkapkan, militansi pemilih bakal calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto belum benar-benar terbentuk.
Kondisi ini, menurut dia, berbeda dibanding kontestasi Pilkada DKI 2017 lalu. Namun, pemilih Jokowi masih lebih besar memiliki strong voters dibanding swing voternya.
"Dari sisi militansi, masih pemanasanlah ini, berbeda dengan Pilkada DKI lalu tingkat militansi pemilihnya," ungkap Yunarto Wijaya, Senin (21/5/2018).
Advertisement
Responden yang menyatakan mantap memilih Presiden Jokowi sebesar 56,7 persen, sedangkan yang masih bisa berubah 30,9 persen, dan hanya 12,4 persen yang tidak menjawab/tidak tahu.
"Sedangkan yang mantap menyatakan memilih Prabowo sebesar 47,5 persen, yang bisa berubah 43,3 persen dan 8,3 persen tidak tahu/tidak jawab, di Prabowo sedikit lebih jelek strong votersnya," kata Yunarto.
Ia menuturkan, hampir di semua daerah di Indonesia antara strong voters dan swing voters memiliki perbandingan 50:50. Dengan sekitar 50 persen responden tiap daerah menyatakan telah mantap memilih pilihannya dan sekitar di atas 20 persen menyatakan masih bisa berubah.
Kecuali, kata dia, di daerah Bali, NTB, dan NTT yang sudah mantap dengan pilihannya sebesar 83,1 persen.
"Mereka cenderung saklek di daerah itu, yang menyatakan masih bisa berubah 12,3 persen dan tidak jawab atau tidak tahu 4,6 persen," tuturnya.
Metode dan Sampel
Survei dilakukan pada 13 – 19 April 2018 melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur.
Jumlah sampel sebanyak 2.000 responden, yang tersebar di 34 Provinsi dengan metode acak bertingkat (multistage random sampling) serta margin of error sebesar +/- 2,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Advertisement