Liputan6.com, Bogor - Calon wali kota dan wakil wali kota Bogor nomor urut 3, Bima Arya-Dedie A Rachim, menyiapkan satu program untuk menekan tingginya angka LGBT dan perceraian, yaitu Sekolah Ibu. Program besutan Yane Ardian, yang tak lain istri Bima Arya, ini sebagai upaya membangun ketahanan dan kesejahteraan keluarga di Kota Bogor.
Program ini bersinergi dengan visi Bima-Dedie untuk mewujudkan Kota Bogor sebagai kota yang ramah bagi keluarga sehingga dapat mewujudkan kota yang sehat, cerdas, dan kota yang sejahtera.
Baca Juga
Hal itu disampaikan Bima-Dedie dalam acara Ngawangkong bersama warga Kampung Pabuaran Poncol, RW 5, Kelurahan Kedung Waringin, Taman Cimanggu, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Minggu (27/5/2018) malam tadi.
Advertisement
Dihadiri mayoritas ibu rumah tangga (IRT), Bima menyampaikan mirisnya angka kasus perceraian dan LGBT di kota berjuluk sejuta taman ini. Menurut dia, angka tersebut dapat ditekan dengan program Sekolah Ibu.
"Di KUA tingkat perceraian di Kota Bogor itu tinggi sekali. Ada apa dengan Kota Bogor ini? Kenapa tinggi? Apa yang menyebabkan perceraian bisa tinggi, apa karena ekonomi atau apa gitu? Lantas buat apa kalau sebuah kota itu hebat tetapi rumah tangganya bagai neraka di dunia. Rumah tangganya gonjang-ganjing, chaos, bahkan awet rajet," Bima menerangkan.
Program Sekolah Ibu, lanjut Bima, merupakan program satu-satunya di Indonesia. Melalui ibu-ibu PKK akan dijelaskan bagaimana seorang ibu yang sebenarnya memiliki potensi luar biasa, tanggung jawab yang besar dalam keluarga ditambah wawasannya sehingga menjadi sosok yang tangguh untuk melindungi keluarganya.
"Saya contohkan peran ibu yang penting untuk keluarga. Sederhana saja, ini handphone yang saya pegang selain banyak manfaatnya, banyak juga mudaratnya. Apalagi anak-anak sekarang sudah pasti punya handphone," tuturnya
Selain itu, suami dari Yane Adrian ini juga mengungkapkan bahaya dari LGBT yang bisa diminimalisasi dengan program Sekolah Ibu. Dia menuturkan bahwa LGBT serupa dengan virus yang dapat menular dan menjangkit manusia normal.
Walaupun ia belum menemui kasus perceraian yang disebabkan LGBT, ia yakin LGBT juga menjadi penyumbang tingginya angka perceraian di Kota Hujan.
"Banyak teman-teman saya yang dulu normal, tapi sekarang melambai. Nah itu semua karena pergaulan. Bisa saja perceraian juga karena LGBT. Tiba-tiba suami suka sesama jenis atau sebaliknya," Bima menerangkan.
Â
Dibekali Pengetahuan
Lantas bagaimana cara mengatasi dan menghadapinya? Di Sekolah Ibu akan dibekali pengetahuan tentang bagaimana cara mengatasi dan mengetahui ciri-ciri hal itu.
"Jadi kedengarannya sederhana kota yang ramah bagi keluarga itu, akan tetapi sangat dalam maknanya. Imateril dan materi menjadi modal penting bagi para ibu," ujar Bima.
Program ini juga tak hanya dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan para ibu dalam rumah tangga. Kaum hawa itu pun berperan penting dalam memanajemen gizi, keuangan, psikolog, dokter, dan guru bagi keluarganya.
Program Sekolah Ibu ini sebelumnya telah dijajal beberapa waktu lalu, yang diketuai Tim PKK Kota Bogor, Yane Adrian. Sebuah percobaan terhadap realisasi Sekolah Ibu di lingkungan masyarakat dilakukan di Kelurahan Katulampa, Bogor Timur. Ada 30 orang ibu-ibu ikut andil dalam program ketahanan keluarga tersebut.
Sekedar informasi, data pada 2016 tercatat sebanyak 1.632 kasus perceraian di Kota Bogor. Pada 2015, gugatan cerai mencapai 1.528 kasus. Parahnya lagi yang mengajukan atau menggugat cerai itu 70-80 persennya adalah perempuan atau sang istri.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement