Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menegaskan kapan pun hari pemungutan suara seperti Pilkada atau Pemilu, haruslah menjadi hari libur. Namun, apakah libur nasional atau hanya wilayah yang melakukan pilkada saja diserahkan kepada pemerintah.
Meski begitu, Arief mengungkap, pada Pilkada Serentak 2015Â presiden Jokowi pernah mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2015, tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2015 sebagai Hari Libur Nasional.
"Itu perintah Undang-Undang bahwa Pemilu, Pilkada, dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan. Jadi kalau KPU bikin hari Minggu, ya sudah hari libur. Tapi kalau KPU bikinnya tidak pada hari libur, maka hari itu harus diliburkan," kata Arief saat jeda rapat pleno DPS Pemilu 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (23/6/2018).
Advertisement
Menurut Arief, aturan tersebut dibuat presiden agar mencegah hal tidak diinginkan, seperti mobilisasi massa di wlayah yang tidak melakukan pemungutan suara.
"Jadi diliburkan, supaya tidak terjadi mobilisasi antardaerah itu. Kan banyak, sini pilkada sini tidak. Jadi kalau pilkada sebelumnya (2015) diambil kebijakan diliburkan secara nasional," jelas dia.
Â
Masih Digodok
Meski penegasan KPU soal hari libur sudah cukup gamblang, namun sejauh ini Pemerintah diketahui masih menggodok apakah ditetapkan menjadi libur nasional atau hanya di daerah yang menyelenggarakan pilkada saja. Menurut Arief, hal itu bukan sebuah kegamangan, melainkan penataan proses administrasi yang tinggal menunggu waktu.
"Jadi itu tinggal tunggu saatnya (apakah libur nasional atau tidak) untuk dikeluarkan saja, yang harus diputuskan sudah ada, tinggal administrasi, hari pemungutan suara pasti libur karena itu perintah undang-undang," ujar Arief.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement