Liputan6.com, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) melakukan studi terkait netralitas ASN dalam Pilkada 2018. Studi ini dilakukan di lima daerah yakni Sumatera Selatan, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.
Hasilnya, ditemukan adanya birokrasi berpolitik. Birokrasi berpolitik merupakan tindakan ASN secara langsung maupun tidak langsung berpihak pada kandidat tertentu.
Baca Juga
Direktur Eksekutif KPPOD Robert Na Endi Jaweng menyebut, dalam studi ditemukan ASN membuka diri ke arena politik. Perilaku ASN juga kerap memiliki motif politik dengan kandidat kepala daerah.
Advertisement
"Keterlibatan ASN ini dilakukan dengan sadar, namun juga disebabkan ketidaktahuannya atas regulasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai jabatan tertentu atau sekadar untuk mempertahankan jabatan strategis," kata Robert di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (24/6/2018).
Dia menjelaskan, dari data pengaduan yang masuk, ada 80 oknum ASN yang terlibat aktif dalam politik praktis. 24 ASN diketahui melakukan kampanye politik di media sosial, 20 lainnya mengikuti deklarasi kandidat, 11 orang mengikuti kampanye. Sisanya ada yang mengikuti sosialisasi, menjadi tim sukses hingga hadir dalam pendaftaran calon.
"Terlibat kampanye di media sosial dan ikut deklarasi paslon merupakan pelanggaran terbanyak di lima daerah," ucapnya.
Selain itu, KPPOD juga menemukan bentuk keterlibatan ASN dalam menyusun visi misi calon kepala daerah, pemberian dukungan finansial, fasilitas pribadi, hingga penyalahgunaan kebijakan untuk mendukung salah satu kandidat.
Â
*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel di sini dan ikuti Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Non Stop hanya di Liputan6.com.
ASN Rangkap Jabatan
Robert melanjutkan, khusus di Maluku Utara KPPOD menemukan adanya ASN yang merangkap jabatan sehingga sangat strategis untuk memobilisasi massa. Misalnya camat atau lurah merangkap jadi guru sehingga mobilisasi massa semakin luas termasuk kepada orang tua murid. Contoh lainnya adalah rangkap jabatan ASN menjadi ketua RT/RW di lingkungabn rumahnya.
Di Sulawesi Tenggara, KPPOD menemukan ASN dijadikan alat bargaining dengan calon kandidat. Alat bargaining di sini ialah ketika ada pelanggaran netralitas yang melibatkan ASN di lingkungan pemerintah dan sudah teridentifikasi oleh temuan Bawaslu, maka hasil temuan tersebut dijadikan alat bukti bahwa ia sudah mendukung dan menyatakan keberpihakannya kepada salah satu kandidat atau tim sukses. Ini dimaksudkan agar ketika ia diidentifikasi sebagai pendukung, harapannya bisa dinaikkan pangkat atau jabatan.
"Atau setidaknya posisi yang saat ini dimiliki ASN tersebut masih terjamin," kata Robert.
Untuk diketahui, studi KPPOD ini dilaksanakan dalam waktu empat bulan yang dimulai pada Februari sampai Juni 2018. Studi ini menggunakan analisis regulasi, monitoring media dan analisis pemda. Adapun software analisisnya Nvivo 12 dengan pendekatan penelitian kualitatif.
Pertimbangan lokasi penelitian terhadap lima provinsi karena Indeks Kerawanan Pemilu 2018 dan adanya calon petahana.
Â
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement