Liputan6.com, Jakarta - Berdasar putusan Mahkamah Konstitusi, Jusuf Kalla tidak bisa lagi mendampingi Joko Widodo atau Jokowi dalam Pilpres 2019. Jokowi sendiri belum menentukan pasangannya sebagai calon wakil presiden di pesta demokrasi tahun depan.
Peneliti politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, menilai memang belum ada sinyal pilihan Jokowi mengerucut ke tokoh tertentu. Namun, kata dia, ada sejumlah nama yang berpeluang mendampingi Jokowi.
"Yang layak dampingi Jokowi antara lain Mahfud MD (Mantan Ketua MK) dan Sri Mulyani (Menteri Keuangan)," kata Syamsuddin kepada Liputan6.com, Jumat 29 Juni 2018.
Advertisement
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menyarankan Joko Widodo atau Jokowi jangan menunjuk calon wakil presiden dari ketua umum partai. Sebab, hal itu bakal merusak koalisi yang telah dibangun.
"Jangan ketua umum partai. Kalau dari ketum partai akan merusak konsolidasi dan soliditas koalisi. Terutama belum tentu PDIP terima," ujar Hanta di Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu 23Â Juni 2018.
Menurut dia, cawapres yang bakal menang di 2019 nanti, berpotensi menjadi capres di 2024. Karenanya, bakal mengancam partai lain yang tokohnya tidak terpilih. Partai yang diuntungkan dengan efek ekor jas (coat tail effect), hanya yang tokohnya ditunjuk Jokowi.
"2019 nanti cawapres, kemudian menang jadi wapres, ini kan akan menjadi capres kuat di 2024 nanti dan itu berbahaya bagi partai lain," imbuhnya.
Â
Â
Putusan MK
Mahkamah Konstitusi menolak uji materi frasa Presiden atau Wakil Presiden serta frasa selama 2 kali masa jabatan, dalam jabatan yang sama, pada Pasal 169 huruf n dan 227 huruf i Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Perkara dengan nomor 36/PUU-XVI/2018 itu diajukan oleh seorang warga negara bernama Muhammad Hafidz, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi (Perak), serta Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS). Mereka ingin agar Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK bisa maju lagi di Pemilihan Presiden 2019.
"Dengan ini menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ucap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman di dalam persidangan.
Menurut hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna, para pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum. Dia menuturkan, para pemohon dapat memiliki kedudukan hukum atau legal standing apabila para pemohon dapat menjelaskan adanya keterkaitan logis, bahwa pelanggaran hak konstitusional dengan berlakunya undang-undang yang diuji ada keterkaitan sebagai statusnya pembayar pajak, memiliki kerugian yang nyata.
Selain itu, masih kata Palguna, para pemohon juga bukanlah orang yang menjabat sebagai Presiden atau Wapres dalam dua kali masa jabatan yang sama secara tidak berturut-turut.
"Menimbang bahwa tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh para pemohon baik yang bersifat aktual ataupun yang berpotensial," ujar Palguna.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement