Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bicara blak-blakan soal hubungannya dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Menurut presiden ke-6 ini, ada pembatas yang menjadi penghalang keduanya tidak bisa berkoalisi dalam Pilpres 2019.
"Pak Jokowi juga berharap Demokrat di dalam. Namun, saya menyadari banyak sekali rintangan dan hambatan untuk koalisi itu," ujar SBY dalam jumpa pers usai bertemu Prabowo di kediamannya, Jalan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/7/2018).
Presiden ke-6 RI itu mengatakan, untuk membangun suatu koalisi diperlukan kesepahaman dan pandangan yang sama. Hal itulah yang menjadi hambatan partainya berkoalisi dengan Jokowi.
Advertisement
"Untuk berkoalisi itu perlu iklimnya baik, kesediaan untuk saling berkoalisi juga, ada mutual trust, mutual respect. Itu yang jadi hambatan sekarang ini," jelas SBY.
Sementara itu, Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat (PD) Ferdinand Hutahaen membeberkan alasan partainya belum ingin merapat ke koalisi Jokowi. Ia mengakui, hubungan yang belum cair di antara ketua umum partainya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri menjadi alasannya.
"Kita tahu hubungan Bu Mega dan Pak SBY sampai saat ini belum cair. Ini jadi dinding yang tinggi bagi kita," ucap Ferdinand, di DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).
Meskipun begitu, dia menuturkan bahwa sejak awal, Demokrat telah membangun komunikasi dengan PDIP lewat bertemunya SBY dengan Presiden Jokowi.
Â
Hubungan Kedua Ketua Umum
Namun dia menceritakan, bagaimana kondisi yang akan mungkin terjadi jika kedua partai suatu hari benar-benar berkoalisi.
Ferdinand mencontohkan jika diadakan sebuah rapat. Dia mengatakan, tidak mungkin Megawati memimpin rapat dan SBY ditempatkan sebagai pengikut di sana. Sebab, kata dia, ketumnya merupakan presiden 10 tahun di Indonesia.
"Konsep dari koalisi ini, Partai Demokrat harus ada mutual respect. Nah, inilah yang menjadi tembok sampai semua clear," ujar Ferdinand.
Karena itu dia mengakui bahwa hubungan kedua ketum tersebut memang sangat berpengaruh untuk terbentuk atau tidaknya koalisi di antara mereka.
"Karena Partai Demokrat tidak bisa ditempatkan sebagai follower. Kita ini partai besar, baru satu-satunya presiden 10 tahun pascareformasi. Tidak bisa disepelekan posisi kita," tegas dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement