Liputan6.com, Jakarta - Direktur Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan, para kader NU tidak boleh berpolitik praktis. Karena itu sudah menjadi fitrahnya bagi warga Nahdliyin.
"Jadi memang kalau ada pribadi yang kemudian mengeluarkan statemen itu tidak bisa mewakili NU, memang tidak boleh, sudah sesuai dengan AD ART NU dan sudah keputusan dari petinggi NU tidak boleh berpolitik praktis, tidak mewakili lembaga," kata Yenny di kediamannya Jalan Warung Silah, Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis (9/8/2018).
Baca Juga
Dirinya pun menegaskan, PBNU tak boleh berpolitik praktis. Terlebih lagi tahun 2018-2019 merupakan tahun politik.
Advertisement
"Jadi kalau ada hingar bingar semacam ini anggap saja namanya dinamika menjelang pencalonan ya jadi ya wajar saja. Tapi dewan mustasyar itu sudah beritahu bahwa tidak boleh ada rapat politik di PBNU," tegasnya.
Dirinya menghimbau bagi warga Nahdliyin untuk tidak politik praktis. Jika hal itu dilakukan, maka akan ada sanksi yang akan diterima oleh orang tersebut jika memang terjun dalam politik praktis.
"Dari dulu tidak boleh terlibat dengan politik, yang terjadi bahwa memang PBNU maupun PWNU masuk dalam kancah politik akan ada sanksi moral dalam masyarakat dan itu sudah kita lihat," ujar Yenny Wahid.
Dia mengungkapkan, seorang kiyai itu harus bisa menjaga kesuciannya. Apalagi jika harus terjun ke ranah politik yang menurutnya merupakan tanah yang becek.
"Bagi saya kiai itu jubahnya harus dijaga kesuciannya, namanya politik itu tanah becek. Kalau tanah becek bisa kena kotor, kiiai harus dijaga kesuciannya supaya tidak kotor jubahnya, serahkan pada politisi saja," ungkapnya.
Lalu, terkait siapa yang akan dipilih nanti oleh Jokowi untuk maju pada Pilpres 2019. Dirinya akan tetap mendukung dan mendoakan yang terbaik.
"Kami siapa pun yang dipilih Jokowi, mau dari NU, Airlangga, kami tetap dukung Jokowi dan koalisi yang terbentuk. Yang penting umat tidak terpecah dan terlibat dalam konflik," pungkas Yenny Wahid.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini: