Sukses

Yenny Wahid Minta Capres-Cawapres Tak Gunakan Isu SARA

Yenny Wahid menilai isu SARA yang diproduksi dan disebarkan ini bisa mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Putri kedua Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid berharap kedua kubu pasangan capres-cawapres tak menggunakan isu SARA selama masa kampanye. Kedua kubu harus memiliki komitmen secara bersama.

"Komitmen itu harus diucapkan ke publik, disepakati sehingga publik bisa menuntut kalau ada penggunaan isu SARA dari kedua kubu," ujar Yenny Wahid usai menghadiri diskusi rilis survei LSI di Hotel Sari Pacific, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).

Isu SARA yang diproduksi dan disebarkan ini dinilai bisa mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat. Masyarakat bisa terbawa dengan isu-isu tersebut karena tak semua masyarakat Indonesia terdidik.

"Mereka bisa dengan sangat mudah terbawa dan tergiring oleh isu-isu SARA yang terjadi yang akan digelontorkan nanti," ujarnya.

Isu SARA bisa berpengaruh terhadap sikap intoleran. Jika intoleransi meningkat, maka berpotensi meningkatkan konflik antar warga bangsa.

"Ini yang harus dicegah. Kalau kemudian ada letupan-letupan di antara anak bangsa ini tentunya akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa," kata Yenny Wahid.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

2 dari 2 halaman

Tidak Sebar Hoaks

Dia mengatakan isu agama masih dibawa dalam kontestasi Pilpres 2019. Seperti Prabowo yang disebut mendukung khilafah dan Jokowi disebut merupakan keturunan PKI. Kedua isu ini, kata Yenny, tak berdasar.

"Jadi saya harap betul masyarakat tidak menyebarkan hoaks, tidak menyebarkan fitnah-fitnah. Fokus pada kinerja atau potensi program yang akan dibawa oleh dua pasang calon. Jangan bawa-bawa isu primordial. Mau isu etnis, isu agama dan lain sebagainya. Itu jangan dipakai lagi," jelasnya.

"Karena kita lihat dampaknya di banyak negara lain itu menciptakan perpecahan yang sangat kuat di tengah-tengah masyarakat. Bahkan kalau kita melihat dimana ada intoleransi yang tinggi maka juga terjadi radikalisme di banyak negara. Ini jangan sampai terjadi di Indonesia," demikian pesan Yenny.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com